kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Menilai Bulog Perlu Saluran di Hilir Agar Tidak Merugi


Rabu, 19 Januari 2022 / 17:30 WIB
Pengamat Menilai Bulog Perlu Saluran di Hilir Agar Tidak Merugi
ILUSTRASI. Pekerja membongkar muat beras di gudang Bulog Divre Banten di Serang, Banten, Rabu (29/12/2021). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/wsj.


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam rapat dengar pendapat (RDP) Bulog bersama dengan Komisi IV DPR-RI mengungkapkan, Bulog berpotensi menelan kerugian karena penugasan dari pemerintah, beban utang, dan beban bunga.

“Ruginya karena penugasan, karena beban utang, beban bunga, belum lagi, kalau kita udah salurkan kita punya utang baru, karena ada supplier-supplier yang kita gunakan untuk men-supply itu pak, itu sudah kita bayar, tetapi kita tidak dapat gantinya dari negara,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR-RI, Senin (17/1).

Menurutnya, hal tersebut membuat utang Bulog bertumpuk, dan apabila dihitung, maka akan rugi. Namun, ia mengklaim dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kerugian Bulog semakin kecil, dan beban utang yang juga berkurang.

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengungkapkan bahwa potensi kerugian Bulog karena tidak adanya outlet untuk penyaluran beras yang pasti, sehingga membuat beras yang diserap di hulu tidak ada kepastian akan disalurkan ke mana.

Baca Juga: Penjelasan Budi Waseso Terkait Penyebab Kerugian Bulog

Menurutnya, dengan outlet komersial Bulog yang kecil dan serapan beras nasional yang besar, menjadi tidak logis apabila mewajibkan penyerapan di hulu tetapi tidak ada jaminan yang pasti di hilir. “Outlet komersial Bulog masih kecil. Sementara yang diserap itu besar. Tidak logis memang mewajibkan penyerapan di hulu tapi tidak ada jaminan outlet penyaluran yang pasti di hilir. Akibatnya apa? Beras menumpuk dan potensial rusak,” kata Khudori kepada Kontan, Rabu (19/1).

Menurutnya, menyimpan beras membutuhkan biaya besar untuk perawatan, biaya gudang, dan sebagainya. Apabila kemudian nantinya beras rusak, maka harganya akan anjlok, dan kerugian akan berlipat ganda. 

“Sudah begitu, tidak jelas kalau beras rusak atau turun mutu bagaimana mekanisme yang cepat agak kerugian tidak tambah besar. Sementara argo bunga bank jalan terus. Kompletlah,” jelasnya.

Khudori juga menyarankan, apabila ke depan Bulog masih diperintahkan menyerap beras di hulu, maka perlu ada outlet yang pasti di hilir. “Kalau penugasan menyerap di hulu masih ada, ya harus ada outlet pasti di hilir,” ungkap Khudori.

Buwas juga sempat mengungkapkan bahwa saat ini tanggung jawab dari pemerintah mengenai serapan beras itu penting. “Saya kira penting Pak, karena Begini, sekarang kalau saya diperintahkan menyerap 3 juta ton kita sapu Pak, karena gudang mampu untuk 3,6 juta, Persoalannya, dana dari mana Pak, dan bakal dipakai atau tidak, kan itu permasalahannya,” tandasnya.

Baca Juga: Ini Beda Tugas Bulog dan ID Food dari DPR

Sebelumnya, di akhir 2021, sempat dikabarkan juga bahwa Perum Bulog masih memiliki total utang pokok sebesar Rp 13 triliun ke sejumlah bank pelat merah.

Utang ini digunakan untuk membiayai pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang kini posisinya sudah mencapai 1,2 juta ton. Menurut Buwas, apabila tidak segera dibayarkan maka Bulog akan merugi, karena bunga yang makin bertambah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×