kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,52   0,77   0.09%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Kesalahan SKL BLBI harus diuji di TUN


Jumat, 15 Desember 2017 / 20:30 WIB
Pengamat: Kesalahan SKL BLBI harus diuji di TUN


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Ekonom dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Piter Abdullah, di kesempatan berbeda, menilai negara harus terus berupaya untuk mengejar para obligor BLBI yang hingga kini belum memenuhi kewajibannya. Upaya tersebut penting dilakukan demi memberikan kepastian hukum. 

“Kalau menurut saya ini masih bicara tentang kepastian hukum. Bahwasanya mereka harus bayar, dan kalau pun bayar itu akan ditindaklanjuti, itu adalah kepastian hukum,” ujarnya, dalam diskusi menyoal pengelolaan aset negara pasca BPPN.

Kepastian hukum menjadi salah satu kunci penyelesaian kasus ini. Hal ini juga misalnya terkait dengan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang diterbitkan oleh BPPN kepada sejumlah obligor. “Kepastian hukum bahwa dia sudah membayar lunas, kemudian dia diberi keterangan lunas, itu harus ditegakkan,” ucapnya.

Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara (PKN) II, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Suparyanto mengakui, terkait dengan SKL yang sekarang dipermasalahkan kembali oleh penegak hukum, pada prinsipnya memang merupakan kebijakan dari pemerintah.

Menurutnya, ada inpres No 8/2002 terkait dengan penyelesaian kewajiban pemegang saham ini yang memang secara prosedural sudah dilakukan.

“Pengeluaran surat lunas sudah melalui prosedur tadi, di mana untuk SKL-nya BDNI misalnya, itu skemanya adalah MSAA (Master Settlement Acquisition Agreement) di mana antara kewajiban obligor itu dibayar dengan sejumlah aset milik obligor yang diserahkan,” ucapnya, beberapa waktu lalu.

Menurut Piter, hingga saat ini informasi terkini mengenai penyelesaian kasus BLBI sendiri jarang disampaikan oleh pemerintah. Karena itu, masyarakat pun tidak mengetahui perkembangan kasus kucuran dana triliunan rupiah demi menyelamatkan perbankan saat krisis terjadi pada 1998 silam.

Ia menilai, pembaruan informasi mengenai upaya yang sudah dilakukan pemerintah pun perlu dilakukan. “Pemberian informasi itu dinilai sebagai bentuk kepastian hukum,” katanya.

Pasalnya, tanpa adanya informasi yang disampaikan kepada masyarakat, akan terbentuk pandangan bahwa pemerintah melakukan pembiaran.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×