Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kabinet Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Jusuf Kalla (JK) dalam hitungan hari segera diumumkan. Sejumlah kalangan meminta supaya Jokowi tidak asal memilih pejabat terutama untuk posisi strategis seperti Kementerian ESDM atau tim energi lainnya. Sektor energi tidak bisa lagi hanya dinikmati segelintir pihak saja.
Untuk itu, pengamat kebijakan migas Yusri Usman mewanti-wanti agar Jokowi tidak mengambil menteri dari bekas atau mantan pejabat Pertamina. Ambil contoh mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Ari Soemarno (eks dirut), Ahmad Faisal (eks Direktur Niaga). Termasuk pula pejabat Pertamina saat ini seperti Sugiharto (komisaris utama), Hanung Budya (direktur pemasaran dan niaga) dan Hari Karyuliarto (direktur gas) dan anggota direksi Pertamina lainnya. Sejumlah nama itu disebut-sebut menjadi bagian dari lingkaran permasalahan migas di Indonesia.
“Karen Agustiawan yang mundur di tengah jalan sangat tidak layak. Adapun Ari Soemarno dan pejabat Pertamina lain yang berkaitan dengan Petral, membengkaknya impor minyak, jelas tidak layak masuk tim kabinet Jokowi,” tegas Yusri, Senin (13/10).
Ari Soemarno, mantan dirut Petral, pada 2008 mendirikan badan ‘ISC’ (Integrated Supply Chain) yang secara struktur berada dan hanya bertanggung jawab kepada dirut Pertamina dan berfungsi mengatur dan menentukan volume, harga jenis minyak mentah & BBM setiap hari yang harus di impor sekitar 700.000 s/d 800.000 barel perhari. “Direksi Pertamina ini menurut saya benar-benar menghambat pembangunan kilang. ISC ini kabarnya akan dibubarkan, ternyata ada lobi-lobi dengan DPR hingga terus dipertahankan,” tegas Yusri.
Ia menegaskan, sudah tidak bisa lagi mengharapkan Pertamina bisa membangun kilang BBM baru setelah hampir 25 tahun terakhir membangun kilang Balongan, kerena mafia migas selalu menghalangi membangun kilang melalui salah satu direksi Pertamina dengan alasan keuntungan yang tipis dan dianggap tidak layak untuk dibangun.
Menurut Yusri, para pejabat Pertamina dari dulu hingga sekarang, selalu tidak mendukung pembangunan kilang-kilang minyak sehingga impor minyak kian membengkak. Yusri juga menilai direksi Pertamina saat ini yaitu Hanung Budya dan Hari Karyuliarto juga tak cocok menjadi bagian dari tim energi Jokowi-JK. Baik di kabinet maupun menjadi orang nomor satu di Pertamina.
“Sebabnya jelas, dua nama itu sudah terkenal dekat dengan trader migas. Apa cocok nantinya dipimpin orang yang berurusan dengan penjualan migas ke para trader. Seharusnya mereka kan fokus dalam meningkatkan kecukupan migas nasional, bukan malah berurusan dengan para trader untuk berbagai kepentingan," katanya. Hari Karyuliarto sendiri dikenal dekat dengan para broker gas.
Sementara itu, Ferdinand Hutahaean, Direktur Eksekutif Energy Watch menambahkan, ke depan tim energi Jokowi-JK maupun pucuk pimpinan Pertamina harus dari luar yang bersih dari praktek-praktek mafia migas. “Orang-orang dari internal Pertamina itu adalah yang membiarkan kebusukan, mungkin secara pengetahuan dan penguasaan lini migas menguasai, namun sayang moral dan integritasnya dipertanyakan, sehingga mafia migas bebas beroperasi,” katanya
Ferdinand menambahkan bahwa para pejabat yang duduk di Pertamina, Kementerian ESDM, hingga BUMN, harus bebas dari campur tangan mafia migas. Pasalnya, akibat mafia migas, negara dirugikan hingga ribuan triliun setiap tahunnya. Ia minta Jokowi-JK harus membersihkan keterlibatan mafia dan antek asing dalam pengelolaan migas nasional. (Sanusi)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News