kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat ekonomi UI: Efek inflasi dari kenaikan BBM tak sebesar pelemahan rupiah


Kamis, 11 Oktober 2018 / 18:32 WIB
Pengamat ekonomi UI: Efek inflasi dari kenaikan BBM tak sebesar pelemahan rupiah
ILUSTRASI. Petugas mengisi BBM Pertamax series di SPBU


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi yakni Pertamax series, dex series, serta biosolar dianggap belum akan berpengaruh besar kepada kenaikan inflasi.

Guru Besar sekaligus Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro mengatakan tahun ini inflasi masih berkisar 3,5%. "Inflasinya tidak terlalu banyak. tidak sebesar kalau dibandingkan dengan pelemahan nilai tukar rupiah," ujar Ari kepada Kontan.co.id, Kamis (11/10).

Menanggapi tentang penundaan kenaikan harga BBM premium, Ari berpendapat pemerintah mungkin khawatir akan adanya ekspektasi inflasi. Apalagi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sudah mencapai lebih dari Rp 15.000 per dollar AS. Padahal, menurut Ari, walaupun kenaikan harga BBM jenis Premium dilakukan, kenaikan tersebut tak akan berpengaruh besar pada inflasi.

"Karena BBM premium itu hanya digunakan angkot atau sepeda motor yang menggunakan mesin yang lama. Tetapi itu dijadikan komoditi politik," tambah Ari.

Menurut Ari, Bila dilihat dari sisi fiskal, bila terjadi disparitas harga antara minyak premium dengan minyak internasional, maka akan ada potensi subsidi. Sementara, bila subsidi minyak premium dilakukan, maka dananya akan diambil dari dana subsidi lainnya. "Jadi selalu ada trade offnya," tutur Ari.

Faktor politik dianggap turut berpengaruh pada pengambilan kebijakan pemerintah. "Ini kan tahun politik. Pertimbangan antara faktor politik dan faktor politik, lebih banyak faktor non ekonominya. Jadi ini masalah timing saja," tambah Ari.

Kenaikan harga BBM non subsidi dengan minyak subsidi juga dianggap tak berdampak pada defisit transaksi berjalan (CAD). Salah satu alasannya karena konsumsi minyak mentah masih tetap.

Menurutnya, CAD bisa ditekan bila pemerintah mengubah kebijakan energi nasional secara besar-besaran. "Penerapan B20 itu baru berupa peralihan. Berarti 20% dari minyak mentah itu menjadi minyak sawit. Tapi kan masih ada 80%. Jadi belum signifikan dampaknya," tutur Ari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×