Sumber: Kompas.com | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum bisa memastikan apakah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan langsung ditetapkan sebagai Gubernur DKI Jakarta dalam sidang paripurna istimewa DPRD DKI Jakarta, Jumat (14/11/2014). Tjahjo mengaku menunggu pertemuan dengan DPRD DKI Jakarta untuk meluruskan pebedaan pandangan di parlemen terkait proses pengangkatan Ahok itu.
"Saya harus menunggu dulu report dari DPRD karena ada surat dari DPRD meminta waktu ketemu saya. Kita kan harus stabilin dulu," kata Tjahjo di Kantor Kemendagri, Kamis (13/11/2014).
Pernyataan Tjahjo ini menjawab soal kepastian penetapan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta pada Jumat besok, di tengah pertentangan yang terjadi di DPRD DKI Jakarta.
Menurut Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri akan kembali mengirimkan surat kepada DPRD DKI Jakarta dan Ahok selaku Plt Gubernur DKI Jakarta untuk mencari solusi terbaik. Tjahjo juga enggan berkomentar soal kemungkinan jadwal pelantikan Ahok yang mundur dari yang diagendakan pada 18 November 2014.
"Ah tunggu dulu dari laporan Ketua DPRD," katanya.
Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi memutuskan bahwa rapat paripurna istimewa akan digelar besok, dengan agenda mengumumkan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta definitif. Namun, keputusan Prasetyo ini mendapat tentangan dari pimpinan DPRD DKI Jakarta yang lain. Mereka menilai Ahok belum bisa diumumkan sebagai Gubernur DKI karena DPRD DKI Jakarta masih menunggu pandangan hukum dari Mahkamah Agung.
"Jadi, DPRD sudah sepakat melakukan konsultasi ke MA. Apa pun pendapat hukumnya, maka kita akan patuhi. Kalau sudah ada (pandangan dari MA), lalu diumumkan dan dilantik, kita paripurna," ungkap Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKS Triwisaksana.
Namun, Prasetyo Edi yang berasal dari PDI-P mengaku sudah mendapatkan pandangan dari MA.
"Saya sudah konsul secara informal ke MA dan mempertanyakan apa masalahnya. Saat ini, suratnya masih ada di saya," kata dia.
Polemik aturan
Sebelumnya, DPRD DKI Jakarta meminta bantuan dan konsultasi kepada MA menyangkut pembahasan dan penetapan undang-undang yang digunakan untuk pengangkatan Ahok sebagai gubernur. Dalam pembahasan pengangkatan Ahok, ada tiga undang-undang dijadikan acuan. Ketiga aturan itu adalah Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota(Pilkada), Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 173 ayat (1) Perppu Pilkada menyebut gubernur, bupati, walikota yang berhalangan tetap, tidak serta merta (otomatis) digantikan oleh wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota. Sedangkan, Pasal 174 ayat (4) Perppu Pilkada menyebutkan jika sisa masa jabatan gubernur yang berhenti lebih dari 18 bulan, maka pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD. UU Pemprov DKI Jakarta sendiri tidak mengatur mekanisme penggantian gubernur atau walikota. Demikian pula dengan UU Pemda pasal 87 yang menyebutkan bahwa apabila gubernur berhenti, maka pengisian jabatan gubernur disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.
Di saat DPRD DKI Jakarta masih berseteru, Ahok merasa yakin dirinya sudah menjadi Gubernur berdasarkan Surat Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono soal pengunduran diri Joko Widodo dari kursi Gubernur. SK Presiden itu juga mencantumkan pengangkatan Ahok sebagai Plt Gubernur DKI Jakara.(Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News