kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   15.000   0,79%
  • USD/IDR 16.800   4,00   0,02%
  • IDX 6.262   8,20   0,13%
  • KOMPAS100 896   3,65   0,41%
  • LQ45 707   -0,42   -0,06%
  • ISSI 194   0,88   0,46%
  • IDX30 372   -0,72   -0,19%
  • IDXHIDIV20 450   -1,01   -0,22%
  • IDX80 102   0,35   0,35%
  • IDXV30 106   0,47   0,45%
  • IDXQ30 122   -0,87   -0,70%

Penerapan Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Masih Tanda Tanya, ini Kata DJBC


Sabtu, 18 Juni 2022 / 12:39 WIB
Penerapan Cukai Plastik dan Minuman Berpemanis Masih Tanda Tanya, ini Kata DJBC
ILUSTRASI. Rencana penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA Rencana pemerintah memberlakukan cukai pada produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) masih belum menemukan titik terang.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai (DJBC) mengatakan, rencana tersebut tidak akan diterapkan pada tahun ini. Bahkan, di tahun depan, kebijakan tersebut akan kembali dikaji.

“Nggak jadi tahun ini. Tahun depan masih dikaji,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna DJBC Nirwala Dwi Heryanto kepada awak media, Jumat (17/6).

Nirwala mengatakan, perlu kajian lebih lanjut untuk memastikan apakah produk plastik dan MBDK tersebut memenuhi syarat dan kriteria barang kena cukai.

Dia menjelaskan, kriteria barang kena cukai ada empat. Pertama , konsumsinya perlu dikendalikan. Kedua, peredarannya perlu diawasi.

Baca Juga: Soal Wacana Pengenaan Cukai Detergen Hingga BBM, Ini Kata Staf Khusus Menkeu

Ketiga, konsumsinya menimbulkan dampak negatif baik kesehatan maupun lingkungan. Keempat, kriteria keseimbangan dan keadilan.

“Ini lagi dikaji, benar atau tidak barang-barang itu menimbulkan dari salah satu dari empat kriteria tersebut. Kenapa plastik kena, kenapa MBDK kena. Prosesnya harus diberitahukan kepada Komisi XI untuk selanjutnya dibahas di Banggar,” jelasnya.

Adapun untuk jenis plastik yang akan dikenai cukai, dirinya belum bisa menjelaskan. Sementara untuk klasifikasi MBDK akan mempertimbangkan kajian dengan menggunakan international best practice.

“Kami mesti mempertimbangkan dalam kajian itu kan bicara masalah international best practice. Tidak ngarang-ngarang kan. Misalnya di negara tetangga seperti apa (penerapannya),” jelas Nirmala.

Lebih lanjut dia menegaskan, dalam menentukan kajian tersebut juga tidak dilakukan dengan Kementerian Keuangan sendiri, melainkan juga berkolaborasi dengan kementerian lain dan universitas ternama, seperti pada produk MBDK yang berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan.

Selain itu dalam dalam menentukan tarif cukai, Nirwala menegaskan harus memperhatikan aspirasi pengusaha serta keberlangsungan usahanya. Sehingga pemerintah sangat peka dan selalu menyesuaikan dengan kondisi dalam menentukan kebijakan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×