Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
Siklus belanja negara dari tahun ke tahun dilihat dari 2015-2014 terdapat periode oil crisis dan tapering off, pada 2018 ada peningkatan karena kenaikan harga komoditas, pada 2019 ada penurunan karena adanya perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang akhirnya menyebabkan harga komoditas turun.
Sedangkan pada 2020 terlihat bagaimana terjadi gap antara pertumbuhan belanja negara dan pertumbuhan pendapatan negara. Belanjanya tumbuh 18% sementara pendapatannya turun 13%.
Baca Juga: Sebelum kerek PPN, pemerintah diminta bereskan kemiskinan dan tindak korupsi
“Dari pemaparan tersebut pandemi Covid-19 memang mempengaruhi penerimaan negara namun tidak bisa disalahkan juga. Karena dari sejarahnya pun pendapatan negara kita selalu tidak mampu mengejar belanja negara,” jelas Abdul.
Abdul bilang, jika melihat shortfall penerimaan pajak pada 2015 hampir Rp. 150 triliun, 2016 di atas Rp. 250 triliun, dan 2017 hampir Rp. 150 triliun, 2018 Rp. 100 triliun, 2019 hampir Rp. 250 triliun, dan 2020 hampir Rp. 350 triliun. Sehingga fakta tersebut menggambarkan ada permasalahan yang signifikan di penerimaan negara.
“Ini sangat berat, satu sisi pemerintah ingin mengejar pertumbuhan lewat belanja negara yang terus meningkat, sementara di sisi penerimaannya tidak bisa dikejar. Jadi jangan sampai gara-gara ini selalu beralasan atau mengambil langkah dengan penarikan utang,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News