kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.202   22,00   0,14%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Peneliti Indef: Jangan salahkan Covid-19 karena penerimaan negara tidak tercapai


Minggu, 04 Juli 2021 / 22:01 WIB
Peneliti Indef: Jangan salahkan Covid-19 karena penerimaan negara tidak tercapai
ILUSTRASI. Seorang wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Abdul Manaf Pulungan, peneliti Institute for Development on Economics and Finance (Indef) menyampaikan jangan menyalahkan pandemi Covid-19 terhadap penerimaan negara yang tidak dapat dicapai.

Alasannya, jika melihat data-data sebelumnya penerimaan perpajakan selalu meleset dari target. Bahkan sering kali terjadi kecenderungan peningkatan dari penerimaan pajak tahun ke tahun.

Artinya, persoalannya bukan karena Covid-19 tetapi karena masalah fundametal di penerimaan pajak itu sendiri. Abdul melihat terjadi gap antara pendapatan dan belanja negara yang semakin luas di tahun sebelumnya.

Baca Juga: Faisal Basri sebut kenaikan pajak utamanya untuk bayar bunga utang

“Di 2015 ada kesalahan prediksi sebetulnya. Karena pada saat itu pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sangat optimis bahwa ekonomi kita akan tumbuh 7%, dan target-target yang ditentukan pun sebenarnya jauh dari sejarah atau  data-data historisnya. Bahkan pada saat itu pertumuhan ekonomi ditargetkan double digit. Ini sangat aneh,” ujar Abdul dalam diskusi virtual, Minggu (4/7).

Abdul mengatakan, karena target yang diusung pemerintah terlalu tinggi, namun realisasinya jomplang di 2015. Hal ini akan menjadi penentuan target-target penerimaan pajak berikutnya.

Sementara itu, belanja negara meningkat karena pemerintah sangat optimistis bahwa bisa mencapai target pertumbuhan 7%.

Padahal, kata Abdul, ketika penerimaan negara tidak tercapai tentu akan menyebabkan belanja negara yang tertunda. Meski di hemat pun akan tetap meninggalkan utang yang sangat signifikan.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×