Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat
Kepala ekonom Bank Permata Josua Pardede ikut mengomentari. Menurutnya, yang menjadi pemberat dari indikator-indikator yang dijadikan tolak ukur oleh tiga lembaga tersebut adalah tingkat kasus Covid-19 yang tinggi, pengetatan aktivitas ekonomi di Indonesia, dan masih rendahnya angka vaksinasi.
Kebijakan vaksinasi masih menjadi salah satu hambatan dalam normalisasi perekonomian Indonesia karena tingkat vaksin Indonesia masih belum mencapai target harian dari pemerintah pada waktu itu yang sebanyak 1 juta vaksin per hari.
Permasalahan dari vaksin ini salah satunya adalah permasalahan distribusi vaksin, yang sejauh ini mungkin baru dipusatkan di pulau Jawa. Pemerintah perlu mengintensifkan strategi pemberian vaksin ke masyarakat luas, apalagi vaksin bukanlah barang yang mempunyai celah untuk digelapkan, serta tidak mampu disimpan dalam waktu lama.
Baca Juga: Ini saran ekonom BCA agar pertumbuhan ekonomi tak Jawa sentris
Sementara itu, pemerintah juga tengah melakukan penjagaan ketat kegiatan perbelanjaan dengan mengecek bukti vaksinasi pengunjung. Namun, Josua menilai ini tidak akan mendorong masyarakat untuk vaksin, dikarenakan permasalahan vaksin saat ini adalah ketidaksesuaian supply dan demand, dan bukan keinginan untuk melakukan konsumsi dari masyarakat.
Dengan demikian, pemerintah perlu menyusun strategi distribusi vaksin, agar herd immunity dari vaksin dapat tercipta.
Tingginya kasus positif harian Indonesia mencerminkan bahwa pemerintah belum melakukan test and tracing yang baik, sehingga pengetesan cenderung dilakukan hanya untuk orang yang bergejala.
Untuk menurunkan kasus positif ini, pemerintah baiknya bekerjasama dengan pihak laboratorium swasta agar puskesmas sekitar dapat memberikan tes secara gratis dengan cepat. Hal ini juga akan mendorong pemerintah daerah untuk bisa lebih tanggap dan cepat mendeteksi kasus Covid-19, terutama yang kontak erat.
Salah satu problem dari sistem saat ini adalah pemda atau pemerintah pusat tidak mewajibkan seseorang untuk tes, bila mengalami kontak erat. Diharapkan pemerintah mampu mengintensifkan test and tracing agar kasus dapat terdeteksi lebih cepat, dan mencegah penyebaran Covid-19.
Kemudian, adanya pembatasan aktivitas saat ini juga cenderung menjadi hambatan dalam pemulihan ekonomi. Ini terlihat dari indikator-indikator perekonomian Indonesia yang cenderung melambat di bulan Juli, bulan di saat penerapan PPKM darurat.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia turun menjadi 40,1 dari sebelumnya 53,5 di bulan Juni, mengindikasikan bahwa aktivitas manufaktur Indonesia mengalami perlambatan. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga turun hingga 80,2 dari sebelumnya 107,4 dikarenakan menurunnya pendapatan serta daya beli.
Dari sisi harga pun, terlihat bahwa inflasi inti cenderung melambat di bulan Juli, dengan tercatat sebesar 1,40% yoy dari sebelumnya 1,49% yoy.
Dengan indikator tersebut, Josua bahkan khawatir bahwa perekonomian akan cenderung melambat dari perkiraannya sebelumnya pada kuartal III-2021 dan bahkan pada sepanjang tahun 2021.
Menurut perkiraannya, pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 2,75% hingga 3,25% pada kuartal III-2021 dan pada keseluruhan tahun 2021 akan berada di kisaran 3% hingga 3,5% yoy.
Baca Juga: LPS: Perekonomian nasional telah menunjukkan sinyal pemulihan