Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan surat berharga negara (SBN) dalam denominasi dollar Amerika Serikat (AS) atau global bond sebesar US$ 4 miliar.
Penerbitan tersebut merupakan kebijakan pre-funding pemerintah, yaitu penerbitan obligasi negara pada akhir tahun 2017 guna menjamin ketersediaan anggaran pada awal 2018.
Dengan demikian, penerbitan global bond ini diperhitungkan dalam penerbitan SBN sebagai langkah menutup defisit anggaran tahun depan.
Penerbitan global bond yang menjadi penerbitan terbesar seperti di Januari 2015 dan 2015 ini, juga sekaligus dalam rangka dalam rangka memanfaatkan momentum sebelum adanya kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS atau The Fed.
Setidaknya, beban utang pemerintah tidak lebih berat ketimbang penerbitan setelah suku bunga The Fed naik.
Apalagi, utang jatuh tempo pemerintah di tahun depan merupakan utang jatuh tempo terbesar hingga tahun 2055 mendatang. Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko pada Oktober 2017, utang pemerintah yang jatuh tempo di tahun depan mencapai Rp 354,36 triliun.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Scenaider Siahaan mengatakan, penerbitan pre-funding tersebut telah memperhitungkan kebutuhan di awal tahun. "Karena kebutuhan kas hitungan kasarnya segitu," kata Scenaider kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12).
Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Negara Marwanto Harjowiryono pernah mengatakan, saat ini pemerintah memiliki Sisa Anggaran Lebih (SAL) sekitar Ro 72 triliun.
Angka itu bisa digunakan untuk menutup kebutuhan di awal tahun depan. Sementara itu, kebutuhan di Januari 2018 diperkirakan sekitar Rp 150 triliun-Rp 170 triliun.
Ke depan lanjut Scenaider, pemerintah akan memperhatikan timing terbaik dalam penerbitan SBN, terutama dalam denominasi valas. Menurutnya, pemerintah masih memerhatikan sejumlah risiko eksternal selain pengetatan moneter The Fed.
"Yang kami waspadai yaitu kondisi geopolitik seperti di Korea Utara, ketegangan Timur Tengah, dan Brexit serta proteksionisme perdagangan masih menjadi risiko global," tambah dia.
Namun biasanya pemerintah mengandalkan front loading atau penerbitan SBN valas di semester pertama sebagai strategi pembiayaan.
Sementara itu, dalam APBN 2018, pemerintah menargetkan penerbitan SBN sebesar Rp 414,5 triliun (neto) atau Rp 668,4 triliun (bruto). Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko sebelumnya Robert Pakpahan juga pernah mengatakan, dari jumlah itu, porsi penerbitan SBN dalam denominasi valas mencapai 20% atau bisa diperbesar hingga 25%. Sementara sisanya merupakan penerbitan SBN dalam denominasi rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News