Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi mengucurkan stimulus fiskal senilai Rp 24,4 triliun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Namun, sejumlah ekonom menilai efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada eksekusi dan sinergi dengan kebijakan lanjutan, terutama dalam mendorong konsumsi rumah tangga serta meningkatkan likuiditas sektor riil.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai, secara makro, nilai stimulus tersebut masih tergolong terbatas.
Baca Juga: Stimulus Fiskal Sebesar Rp 24,4 Triliun Dinilai Tak Cukup Kuat Dorong Konsumsi
“Angka Rp 24,4 triliun memang terlihat besar di atas kertas, tetapi kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai sekitar Rp 22.000 triliun masih sangat kecil, tidak sampai 0,2%,” ujar Syafruddin kepada Kontan.co.id, Selasa (3/6).
Ia menekankan, tanpa strategi pelaksanaan yang tepat, dampak stimulus terhadap konsumsi rumah tangga cenderung bersifat sementara, bahkan bisa menjadi simbolik belaka.
Menurutnya, insentif yang dikucurkan pemerintah saat ini lebih berperan sebagai penahan pelemahan konsumsi, bukan sebagai pendorong baru bagi pertumbuhan ekonomi.
Data kuartal I-2025 menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89%, melambat dibanding periode yang sama tahun lalu.
Hal ini menandakan dorongan terhadap konsumsi belum cukup kuat untuk mengimbangi tekanan global, penurunan harga komoditas, serta potensi pelemahan daya beli akibat inflasi pangan.
Baca Juga: Tak Ada Diskon Listrik, Ini Daftar 5 Paket Stimulus Ekonomi Pemerintah
"Insentif seperti diskon transportasi dan subsidi upah memang berpotensi membantu sektor-sektor tertentu, tetapi belum mampu memulihkan sentimen konsumsi di seluruh lapisan masyarakat," lanjut Syafruddin.
Sementara itu, Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk Banjaran Surya Indrastomo, menilai, stimulus ini merupakan upaya pemerintah untuk menggerakkan berbagai sektor ekonomi secara simultan, termasuk pelaku UMKM di daerah wisata.
Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara stimulus fiskal dengan percepatan belanja pemerintah.
“Stimulus ini akan memberikan dampak maksimal jika diiringi dengan realisasi belanja pemerintah yang lebih agresif, agar perekonomian bergerak dan likuiditas tersedia,” ujar Banjaran.
Baca Juga: Dampak Positif Paket Stimulus Ekonomi Terhadap Pasar Saham dan Rekomendasi Analis
Meski demikian, Banjaran memproyeksikan tren pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025 tetap akan mengalami normalisasi pasca Lebaran.
“Kuartal II akan mendapatkan dorongan musiman, tapi setelah itu tren normalisasi masih akan terjadi. Dengan basis yang rendah, pertumbuhan secara kuartalan kemungkinan akan cenderung datar,” pungkasnya.
Selanjutnya: Kerek Penjualan, Buyung Poetra Sembada (HOKI) Jalin Kerja Sama dengan Salim Group
Menarik Dibaca: Desain Kamar Tidur Tradisional: Perpaduan Klasik dan Modern untuk Rumah Idaman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News