kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.938.000   14.000   0,73%
  • USD/IDR 16.310   -15,00   -0,09%
  • IDX 7.120   51,08   0,72%
  • KOMPAS100 1.038   7,94   0,77%
  • LQ45 802   5,14   0,65%
  • ISSI 230   2,46   1,08%
  • IDX30 417   1,26   0,30%
  • IDXHIDIV20 489   1,03   0,21%
  • IDX80 117   0,69   0,59%
  • IDXV30 119   -0,22   -0,19%
  • IDXQ30 135   -0,09   -0,07%

Stimulus Fiskal Sebesar Rp 24,4 Triliun Dinilai Tak Cukup Kuat Dorong Konsumsi


Selasa, 03 Juni 2025 / 18:33 WIB
Stimulus Fiskal Sebesar Rp 24,4 Triliun Dinilai Tak Cukup Kuat Dorong Konsumsi
ILUSTRASI. Roda perekonomian terjaga berkat kebijakan fiskal yang tepat. Pemerintah telah meluncurkan stimulus fiskal senilai Rp 24,4 triliun untuk meredam pelemahan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan terjadi pada kuartal II-2025.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah telah meluncurkan stimulus fiskal senilai Rp 24,4 triliun untuk meredam pelemahan konsumsi rumah tangga yang diperkirakan terjadi pada kuartal II-2025. 

Namun, menurut Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, daya dorong stimulus ini terhadap pertumbuhan ekonomi bersifat terbatas dan lebih berfungsi sebagai penahan laju pelemahan konsumsi, ketimbang menjadi pemicu akselerasi pertumbuhan yang signifikan.

"Nilai stimulus tersebut hanya setara 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih kecil dibandingkan stimulus tahun lalu yang mencapai Rp 40 triliun atau sekitar 0,17% PDB," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (3/6).

Ia menambahkan bahwa meskipun stimulus ini mencakup sekitar 39 juta penerima manfaat, besaran bantuan yang diterima per individu masih tergolong rendah, yakni hanya sekitar Rp 600.000 hingga Rp 650.000 selama dua bulan.

Baca Juga: China Tingkatkan Stimulus Fiskal untuk Melindungi Perekonomian

Program stimulus difokuskan pada rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah bawah, melalui skema subsidi upah, bantuan langsung tunai (BLT), dan bantuan beras. 

Namun, menurut Josua, nominal yang terbatas membuat dampak agregat terhadap konsumsi tetap minimal. "Ini hanya menjaga daya beli agar tetap stabil, bukan menaikkannya," jelasnya.

Selain itu, pembatalan program diskon listrik senilai Rp 10,9 triliun juga mempersempit ruang stimulus jangka pendek yang bersifat universal. Meskipun anggaran tersebut dialihkan ke bantuan yang lebih terarah, efek jangkauannya menjadi lebih sempit.

Adapun insentif transportasi, seperti diskon tiket kereta api, kapal laut, jalan tol, dan pajak pertambahan nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah untuk penerbangan ekonomi, dinilai memiliki potensi mendorong konsumsi secara musiman. Namun, Josua menilai efeknya bersifat  sementara dan tidak merata secara geografis.

Dengan berbagai keterbatasan tersebut, Josua memproyeksikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2025 akan stagnan di level 4,8% year-on-year (yoy), sama seperti kuartal I dan lebih rendah dari capaian tahun 2024 yang sebesar 5,0%.

Baca Juga: Diskon Tarif Listrik hingga Subsidi Upah Belum Cukup Dorong Konsumsi, Ekonom Usul Ini

"Ini menunjukkan bahwa stimulus diperkirakan hanya akan membatasi pelemahan lebih dalam namun bukan menjadi sumber pertumbuhan baru yang kuat," terang Josua.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menilai insentif yang dikucurkan pemerintah memiliki daya dorong kepada konsumsi rumah tangga yang sangat terbatas, mengingat nominalnya lebih kecil.

Apalagi, insentif tersebut belum menyentuh kelompok pekerja yang paling rentan. Padahal kelompok pekerja informal ini yang paling membutuhkan dukungan fiskal.

"Permasalahan utama adalah coverage bantuan subsidi upah belum banyak menyentuh pekerja informal, seperti pengemudi ojek online dan pekerja outsourcing, karena basis datanya masih mengandalkan BPJS Ketenagakerjaan," katanya.

Baca Juga: Stimulus Tak Cukup Dorong Ekonomi Berjalan Mulus

Bhima juga menilai momentum libur sekolah tidak cukup kuat untuk mengerek konsumsi rumah tangga maupun permintaan sektor industri. "Setelah libur sekolah, masyarakat harus dihadapkan pada belanja tahun ajaran baru," terang Bhima.

Dengan berbagai keterbatasan tersebut, Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025 hanya akan berkisar pada rentang 4,7% hingga 4,8% yoy.

Selanjutnya: BNI Pastikan Keandalan Layanan Keuangan Nasabah Sepanjang Libur Idul Adha

Menarik Dibaca: Polytron Hadirkan Varian Warna Baru untuk Polytron Fox-R

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×