Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengucurkan empat insentif pajak demi meredam dampak virus corona, yaitu insentif pajak penghasilan (PPh) 21, PPh 22, PPh 25, dan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).
Namun, belum dijelaskan secara rinci seperti apa persisnya formulasi untuk setiap insentif pajak tersebut.
Managing Partner DDTC Darussalam menilai, instrumen pajak memang dapat menjadi salah satu instrumen efektif untuk menjaga kestabilan ekonomi yang sedang tertekan. Namun, insentif-insentif tersebut perlu didesain secara hati-hati agar tak berbalik menjadi bumerang bagi kinerja anggaran negara.
Baca Juga: Sri Mulyani kembali bocorkan jenis insentif pajak untuk dongkrak pertumbuhan ekonomi
Wacana untuk insentif PPh 21 atau pajak karyawan, misalnya, dinilai Darussalam lebih baik diberikan melalui skema penundaan ketimbang pembebasan. Meski insentif pajak karyawan ini pernah diterapkan pada periode krisis 2009 silam, pemerintah perlu menelusuri sejauh mana kesamaan permasalahan kondisi ekonomi pada masa itu dan sekarang.
"Jadi saat ini lebih untuk mengurangi kesulitan cash flow perusahaan. Tahun 2008-2009 lebih condong pada krisis sektor keuangan, sedangkan saat ini lebih pada menurunnya daya beli dan permintaan agregat,” tutur Darussalam, Kamis (5/3).
Selain itu, pemerintah juga perlu menetapkan kriteria yang tepat untuk perusahaan yang berhak memperoleh fasilitas fiskal tersebut sehingga tak berlaku secara keseluruhan.
Baca Juga: Ada virus Corona, penjualan produk Indonesia turun 25% -30% dalam dua bulan
Apalagi mengingat PPh orang pribadi, terutama pajak karyawan, menyumbang kontribusi yang relatif besar dan stabil di tengah tekanan perekonomian, yaitu sekitar 10%-12% dari total penerimaan pajak.
Jika insentif PPh 21 diarahkan untuk mendorong konsumsi, Darussalam mengatakan, pemerintah juga perlu menelusuri apakah selama ini PPh 21 dibayarkan oleh perusahaan atau karyawan.
“Jika dibayarkan oleh perusahaan, maka ada atau tidak adanya penundaan hanya akan berpengaruh bagi cashflow perusahaan. Namun, jika dibayar secara langsung oleh karyawan maka bisa turut mendorong konsumsi masyarakat dalam jangka pendek.
Baca Juga: Pangkas disparitas harga, pemerintah beri insentif untuk industri di Indonesia timur
Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiadji menambahkan, insentif yang disiapkan pemerintah sebaiknya juga mengutamakan sektor kesehatan yaitu industri farmasi dan alat kesehatan.
“Belum terlihat insentif ke sana padahal keduanya harus didukung agar pasokan barang-barang penunjang kesehatan bisa terjamin. Bisa juga insentif untuk pekerja di sektor kesehatan,” tandas Bawono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News