kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.209   -29,00   -0,18%
  • IDX 7.108   11,47   0,16%
  • KOMPAS100 1.063   0,60   0,06%
  • LQ45 836   0,73   0,09%
  • ISSI 215   0,25   0,12%
  • IDX30 427   0,78   0,18%
  • IDXHIDIV20 516   2,16   0,42%
  • IDX80 121   -0,02   -0,01%
  • IDXV30 125   -0,09   -0,07%
  • IDXQ30 143   0,32   0,23%

Pemerintah kaji revisi UU Ketenagakerjaan, beri insentif industri padat karya


Senin, 24 Juni 2019 / 17:24 WIB
Pemerintah kaji revisi UU Ketenagakerjaan, beri insentif industri padat karya


Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Pemerintah tengah berupaya mengkaji revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini sebagai respons dari keluhan dunia usaha kepada presiden Joko Widodo.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, UU Ketenagakerjaan memang banyak kelemahannya yang perlu diperbaiki. "UU itu memang sudah banyak bolong memang iya, karena sudah banyak pasal yang di judicial review," ujarnya usai rapat di istana kepresidenan, Senin (24/6). 

Hanif menuturkan, sejak UU tersebut disahkan, sudah sekitar 32 kali judicial review. Hal itu menjadi urgensi yang memperlihatkan perlunya revisi untuk menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang baik.

Ekosistem ketenagakerjaan menjadi penting dalam menarik investasi. Pasalnya ketenagakerjaan merupakan beban yang selama ini menjadi pertimbangan bagi industri.

Meski belum bisa menjabarkan isi revisi, Hanif menyampaikan ada beberapa hal yang menjadi fokus. Salah satunya adalah tantangan dalam industri padat karya. "Ini memiliki beban yang berat sehingga mereka perlu ada semacam insentif atau semacam ekosistem yang membuat mereka lebih leluasa untuk bergerak," terang Hanif.

Regulasi yang lebih fleksibel dibutuhkan untuk membuat industri padat karya tidak takut berinvestasi. Pembayaran pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mahal jadi konsekuensi yang mengintai industri padat karya.

Saat ini, Hanif mengaku kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia kaku. Kebijakan yang lebih fleksibel diyakini akan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan. "Kita perlu kasih catatan, bahwa kita ini harus memikirkan mereka yang belum bekerja juga," jelas Hanif. 

Selaim itu, revisi UU Ketenagakerjaan juga akan melihat sejumlah konteks yang berkembang ke depan. Antara lain konteks industri digital 4.0 dan konteks keterbukaan pasar global. "Ada konteks yang mendasari kebutuhan kita miliki ekosistem naker yang lebih baik, banyak faktor yang menuntut kita untuk bisa menyesuaikan diri," ungkapnya.

Meski begitu, Hanif belum dapat menerangkan kapan revisi UU Ketenagakerjaan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Namun, ia bilang hal tersebut akan dilakukan secepatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×