Reporter: Eldo Christoffel Rafael, Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
Menurut Airlangga, aturan pelaksana Perpres ini bisa keluar secepatnya. Terutama terkait insentif fiskal, karena sudah dibahas di lintas kementerian. Salah satunya, terkait dengan revisi peraturan pemerintah (PP) soal pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
"PPnBM itu nanti merevisi PP 41/2013, kita masih tunggu revisinya. Tapi itu sudah dibahas antarkementerian maupun di parlemen, jadi secara substansi seharusnya sudah selesai," kata Airlangga.
Baca Juga: Penjualan spare part dan aksesoris resmi Suzuki tumbuh dua digit
Pemerintah juga sudah membahas dengan kepala daerah yang bakal menjadi basis pilot project. Daerah itu adalah Jakarta dan Bali.
Pembahasan dengan pemerintah daerah menjadi penting, sebab ada sejumlah insentif baik fiskal maupun non-fiskal yang berada di bawah naungan pemda untuk program KLB berbasis baterai tersebut.
"Di Jakarta dan Bali rencananya kita akan dorong motor listrik dulu. Tapi sambil kita petakan juga kapasitas produksi saat ini seperti apa, yang pasti basis produksi motor listrik kan sudah ada seperti E-Viar dan Gesits," katanya.
Mendorong ekspor
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto menambahkan pengembangan KBL juga akan mendorong kinerja ekspor nasional.
"Targetnya pada tahun 2030, industri otomotif di Indonesia ada yang menjadi champion, baik itu untuk produksi kendaraan internal combustion engine (ICE) atau electrified vehicle (EV),"
Baca Juga: Kalau jadi ada insentif, harga mobil listrik 15% lebih mahal dari mobil BBM
Agus Tjahjana Wirakusumah, Pengamat Otomotif mengapresiasi PP 55/2019 karena bisa mendukung pengembangan kendaraan listrik. Namun, implementasi aturan ini diperkirakan baru efektif paling cepat dua tahun ke depan.
"Pelaku industri perlu studi pasar dan hitung-hitungan skala ekonomis," ujar Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News