kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Pemerintah hadirkan dua alternatif dalam rangka ingin pungut pajak karbon


Minggu, 23 Mei 2021 / 21:14 WIB
Pemerintah hadirkan dua alternatif dalam rangka ingin pungut pajak karbon
ILUSTRASI. Istilah pajak karbon juga belum dikenal dalam regulasi di Indonesia, makanya pemerintah memiliki dua alternatif.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk menggenjot penerimaan negara dan mengurangi emisi gas rumah kaca di tahun 2022, pemerintah berencana untuk memungut pajak karbon (carbon tax). Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022, pemerintah sadar istilah pajak karbon juga belum dikenal dalam regulasi di Indonesia, makanya pemerintah memiliki dua alternatif. 

Pertama, menggunakan instrumen yang telah ada saat ini di tingkat pusat seperti cukai, pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM), atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kemudian, pemerintah juga bisa menggunakan instrumen di tingkat daerah, seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 

Kedua, dengan memunculkan instrumen baru, yaitu pajak karbon, tetapi ini harus didukung dengan revisi Undang-Undang (UU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). 

Kemudian, untuk obyeknya, pajak karbon dapat dikenakan atas emisi yang dihasilkan oleh aktivitas ekonomi, ataupun dikenakan atas obyek sumber emisi. “Pada banyak negara, pajak karbon dikenakan pada bahan bakar fosil dengan melihat potensi emisi yang dapat ditimbulkan oleh penggunaannya,” ujar pemerintah dalam dokumen tersebut. 

Baca Juga: Ada Tax Amnesty Jilid II, Efeknya ke Bursa Saham Bakal Tak Seheboh Jilid I

Tidak berbeda dengan negara lain, obyek potensial yang bisa dikenakan pajak karbon di Indonesia adalah bahan bakar fosil dan emisi yang dikeluarkan oleh pabrik atau kendaraan bermotor. Dengan penggunaan yang dominan, maka bahan bakar yang dapat dikenakan, diutamakan memiliki kandungan karbon tinggi seperti batubara, solar, dan bensin. 

Sementara untuk pengenaan emisi atas kegiatan ekonomi, pemerintah bisa berfokus pada sektor padat karbon seperti industri pulp and paper, semen, pembangkit listrik, juga petrokimia. Lebih lanjut, pemerintah juga sadar bahwa penerapan pajak karbon bisa menimbulkan biaya pada sejumlah pihak.

Baca Juga: Ini alasan Elon Musk tangguhkan pembelian Tesla dengan bitcoin

Untuk itu, dalam menerapkannya perlu mempertimbangkan pengenaan pada sisi permintaan yang lebih dipilih dibandingkan dengan pendekatan dari sisi penawaran. Kebijakan penyerta berupa penguatan daya beli masyarakat juga bisa mengurangi resistensi dan dampak yang tidak diharapkan. 

Lebih lanjut, beberapa negara yang sudah menerapkan pajak karbon antara lain Jepang, Singapura, Prancis, dan Cile. Rentang tarif yang dikenakan ada di kisaran US$ 3 hingga US$ 49 per ton CO2e. 

Adapun, sektor yang dikenai pajak karbon ini cukup beragam untuk masing-masing negara, mulai dari industri, pembangkit, transportasi, hingga bangunan. 

Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani targetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 tembus 5,8%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×