Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Jelang Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, Indonesia sebagai salah satu negara besar dalam sektor konstruksi menyadari arti pentingnya tenaga terampil konstruksi.
Untuk itu, Pemerintah berencana untuk terus mendorong pelatihan para tenaga terampil di sektor konstruksi guna meningkatkan kompetensi.
Kepala Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian Pekerjaan Umum, Hediyanto W. Husaini mengatakan, pemerintah menargetkan pada tahun 2015, Indonesia memiliki 60% tenaga terampil dari perkiraan sekitar 7 juta pekerja konstruksi.
Menurut Hediyanto, tahun ini tenaga kerja konstruksi di Indonesia mencapai 6,9 juta orang. Dari jumlah tersebut yang sudah tercatat atau pernah mendapatkan pelatihan sekitar 4,6 juta.
"Tetapi saat ini yang terhitung sebagai tenaga terampil hanya 30% dari jumlah tersebut," ujar Hediyanto, Selasa (8/10).
Menurut Hediyanto, salah satu langkah untuk meningkatkan kompetensi pekerja terampil ini, pemerintah sudah menyiapkan kebijakan lewat membuat database pekerja konstruksi pada akhir tahun ini.
"Jadi nanti semuanya terdata, di mana lokasi keberadaan tenaga terampil per subsektor konstruksi," imbuh dia.
Dengan upaya tersebut, diharapkan bisa membantu para pekerja dan kontraktor ataupun pihak yang sedang membutuhkan pekerja konstruksi.
Cara itu juga sebagai langkah guna memotivasi pekerja konstruksi untuk mengembangkan kemampuannya serta merasa diperhatikan oleh pemerintah.
Langkah lain, untuk mengembangkan tenaga terampil konstruksi, pemerintah juga akan membuat program mobil pelatihan untuk menjangkau pelatihan hingga daerah-daerah terpencil.
Program yang dimulai tahun ini, rencananya akan diteruskan pada tahun depan. Di tahun 2013, pemerintah telah melakukan pengadaan 7 unit mobil dan 7 unit sisanya di tahun 2014. Anggaran pengadaan mobil konstruksi itu mencapai Rp 3,5 miliar per tahun.
Sertifikasi Lamban
Kendati menggenjot upaya pelatihan ini, namun tampaknya pemerintah belum bisa memastikan apakah tenaga terampil di tahun 2015 bakal tersertifikasi seluruhnya atau tidak.
Hediyanto menyatakan, saat ini tenaga konstruksi yang sudah tersertifikasi baru 400.000 pekerja atau sekitar 7% dari total pekerja konstruksi.
Menurutnya, meski program sertifikasi sudah bergulir 10 tahun silam, tapi pemerintah rata-rata baru menyertifikasi 75.000 pekerja dalam 5 tahun terakhir.
Salah satu kendala melakukan sertifikasi ialah kurangnya anggaran dan juga ketiadaan database secara jelas untuk memberi sertifikasi kepada pekerja yang sudah dilatih dan masuk kriteria terampil.
Hediyanto menjelaskan, jelang liberalisasi pekerja pada MEA 2015, pasar konstruksi Indonesia bakal diserbu oleh pekerja konstruksi dari Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Kendati begitu, ia optimistis, pekerja konstruksi Indonesia bisa bersaing dengan baik nantinya.
Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, Deddi Rudiana Kosasih mengatakan, jelang MEA 2015 pihaknya juga melakukan pembenahan dalam pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor konstruksi.
"Kita mempersiapkan untuk menyertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) dan Pekerja Konstruksi," katanya.
Deddi menambahkan, unit sertifikasi ini sudah terbentuk di 28 Provinsi untuk BUJK dan sudah terbentuk di 19 provinsi untuk pekerja konstruksi. Ia pun berharap nantinya cakupan wilayah sertifikasi bisa ditingkatkan lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News