Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - LABUAN BAJO. Menjelang ujung tahun, pemerintah masih terus berupaya mendorong realisasi belanja kementerian dan lembaga (K/L). Belanja pemerintah menjadi salah satu kunci menahan perlambatan ekonomi nasional di tengah gejolak global sepanjang tahun ini.
Upaya optimalisasi belanja pemerintah juga gencar dilakukan di di tingkat daerah, di antaranya Nusa Tenggara Timur (NTT). Alokasi APBN untuk Provinsi NTT, baik melalui K/L maupun Transfer Dana ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tercatat sebesar Rp 35,08 triliun pada 2019. Anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 34,49 triliun.
Baca Juga: Mendagri bakal ungkap provinsi yang tak serap 60% APBD hingga akhir tahun
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu NTT Lydia Kurniawati Christyana menjelaskan, realisasi belanja APBN di NTT didorong untuk mencapai target yakni 95% dari pagu yang ditetapkan. Namun, sampai dengan pertengahan November ini realisasi belanja baru mencapai 72,89%.
“Kontribusi APBN terus kami dorong karena konsumsi pemerintah sendiri men- support PDRB NTT hingga 30%-40%. Artinya pertumbuhan NTT sangat tergantung pada APBN, terutama belanja modal untuk mendukung PMTB (pembentukan modal tetap bruto),” tutur Lidya, Jumat (15/11).
Realisasi belanja APBN di NTT sepanjang tahun ini diakui Lidya memang lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satu alasannya adalah anggaran pembangunan Balai Prasarana Pemukiman yang baru turun pada Juli lalu. Sampai saat ini, serapan anggaran untuk pembangunan fisik tersebut baru sekitar 23%.
Baca Juga: Ramai soal desa fiktif, begini proses pembentukan desa sesungguhnya
Adapun, batas pengajuan surat perintah membayar terakhir pada tahun ini masih pada 20 Desember mendatang. “Jadi kami masih bisa terus melakukan pemetaan pada satuan kerja (satker) untuk melihat mana yang belum optimal belanjanya, terutama satker yang di dalamnya ada belanja prioritas,” lanjut Lidya.
Untuk belanja TKDD, Lidya memproyeksikan, TKDD tidak tersalurkan NTT sampai akhir tahun ini untuk pos Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik sekitar Rp 80,59 miliar atau sekitar 3% dari pagu. Sementara proyeksi tidak salur dana desa sebesar Rp 6,07 miliar atau 0,1% dari pagu.
Tahun 2020, Lidya berharap, angka gagal salur TKDD di NTT bisa semakin menurun. Pasalnya, penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) secara nasional sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo lebih cepat dari biasanya untuk tahun anggaran 2020.
Asal tahu saja, Presiden biasanya baru menyerahkan DIPA kepada K/L maupun daerah pada bulan Desember. Namun untuk tahun anggaran 2020, Jokowi menyerahkan DIPA lebih cepat, Rabu (13/11) lalu, kepada para kementerian dan lembaga.
Baca Juga: Talangi iuran BPJS Kesehatan daerah, pemerintah kucurkan DAU tambahan Rp 3,5 triliun
“Pekan depan (DIPA) akan diserahkan ke tingkat bupati dan walikota. Jadi secara politis kami akan tunjukkan bahwa DIPA 2020 sudah diserahkan dan mereka (pemda) harus start lebih awal,” tutur Lidya.
Percepatan penyerahan DIPA tersebut diharapkan dapat mendorong daerah untuk segera menyelesaikan penyusunan APBD, termasuk APBDes (Desa).
Sebab tak jarang pemda belum juga merampungkan APBD saat tahun anggaran berjalan dimulai sehingga proses penyaluran TKDD menjadi terhambat sepanjang tahun itu. Padahal, daerah seperti Provinsi NTT masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi pada penyaluran TKDD.
Selain pemda, Kanwil Ditjen Perbendaharaan juga mendorong satker K/L untuk mempercepat perencanaan dan penyusunan timeline belanja anggaran. Dengan begitu di awal tahun satker sudah bisa mulai mengeksekusi belanja mulai dari permintaan uang muka hingga proses penunjukkan lelang.
Baca Juga: Bidik target pertumbuhan ekonomi 5,08%, pemerintah andalkan belanja masyarakat
“Misalnya, pencairan uang muka setidaknya bisa terlaksana dalam periode kuartal pertama tahun depan,” kata Lidya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News