Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar tahun ini diperkirakan diikuti oleh pasangan calon tunggal di 12 daerah. Pasangan calon tunggal itu dinilai menjadi ancaman demokrasi di tingkat lokal, pemerintah dituntut untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengantisipasi hal itu.
"Perlu kiranya pemerintah mempertinbangkan untuk menerbitkan Perpu sebagai bagian dari kemungkinan terinterupsinya pelaksanaan pemilukada serentak," kata Muradi, pengajar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Padjadjaran, kepada Kompas.com, Minggu (2/8).
Muradi menilai, situasi tersebut tidak bisa dibiarkan karena akan berimplikasi bagi kemungkinan tersandera demokrasi di tingkat lokal pada Pilkada serentak tahun ini. Sejumlah opsi yang dikeluarkan oleh menteri dalam negeri berkaitan dengan kemungkinan macetnya proses kompetisi politik di tingkat lokal juga belum memberikan kepastian terbebasnya pelaksanaan demokrasi tingkat lokal dari ancaman sabotase politik.
Lebih jauh, Muradi khawatir ketiadaan sanksi pada partai politik yang tidak mencalonkan kader terbaiknya atau kumpulan partai politik yang mengusung calon yang dijagokannnya menjadikan peluang untuk terpenuhinya minimal dua pasang calon makin sulit diwujudkan. "Apalagi ada penegasan di UU Pilkada maupun PKPU apabila ada daerah yang tidak memenuhi minimal 2 pasang calon akan ditunda hingga pelaksanaan Pilkada serentak menjadi tahun 2017 membuat parpol atau gabungan partai politik enggan memaksakan diri manakala secara peta politik, sulit untuk memenangkan atau setidaknya kompetitif."
Terkait perppu, Muradi menekankan ada tiga hal yang setidaknya termuat di dalamnya, yakni: pertama, mempertimbangkan kemungkinan daerah yang memiliki hanya satu pasang calon untuk menegaskan apabila hingga waktu yang telah ditentukan hanya ada satu pasang calon, maka pasangan calon tersebut dapat ditetapkan sebagai pemenang pemilukada serentak di daerahnya bersamaan dengan penetapan pemenang pada pemilukada serentak pada desember mendatang;
Kedua, perppu tersebut dibahas kemungkinan pemberian sanksi bagi partai politik yang tidak menggunakan hak politiknya untuk mengajukan pasangan calon dalam pemilukada serentak. Sanksi tersebut mulai denda uang hingga pencabutan keikutsertaan partai politik tersebut di daerahnya secara terbatas. Hal ini penting untuk digarisbawahi agar partai politik tidak abai dalam menjalankan kewajibannya melakukan rekruitmen politik untuk penguatan kepemimpinan hasil demokrasi yang dihasilkan.
"Ketiga, terkait dengan kemungkinan munculnya pasangan boneka untuk melegitimasi adanya dua pasang calon, maka dalam perpu tersebut juga dimungkinkan dibahas tentang sanksi kemungkinan adanya manuver hitam dari pasangan calon dan partai politik yang melakukan rekayasa calon boneka tersebut. Sanksi tersebut terberat adalah mencabut keikutsertaan dalam pemilukada di daerah bersangkutan," tutup Muradi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News