kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.914   16,00   0,10%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Pemerintah Diminta Gerak Cepat Atasi Pelemahan Daya Beli dan Meningkatnya PHK


Rabu, 14 Agustus 2024 / 18:07 WIB
Pemerintah Diminta Gerak Cepat Atasi Pelemahan Daya Beli dan Meningkatnya PHK
ILUSTRASI. Pengunjung memilih pakaian yang dijual saat diskon akhir tahun di Mal Ciputra Jakarta, Rabu (29/12/2021). Pelemahan daya beli masyarakat hingga badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa industri membayangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan daya beli masyarakat hingga badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa industri membayangi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Berdasarkan Laporan LPEM FEB UI, pada tahun 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah 82,3% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia, di mana calon kelas menengah menyumbang 45,5% dan kelas menengah menyumbang 36,8%. 

Ini menandai peningkatan dari tahun 2014, di mana kelompok-kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8% dan 34,7% dari konsumsi. Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4% pada tahun 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas menengah turun dari 41,9% pada periode yang sama.

Baca Juga: Arahan Jokowi Kepada Kepala Daerah: Jaga Daya Beli Rakyat dan Keamanan Pilkada

"Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka," ujar Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky dalam laporannya, dikutip Rabu (18/4).

Riefky menjelaskan, pada tahun 2023, mayoritas orang Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan, dengan pengecualian untuk kelas menengah dan kelas atas. 

Kelas menengah mengalokasikan 41,3% dari pengeluaran mereka untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6%. 

Untuk calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1% pada tahun 2014 menjadi 55,7% pada tahun 2023. Sebaliknya, kelas menengah mengalami peningkatan pengeluaran untuk makanan, naik dari 36,6% menjadi 41,3% pada periode yang sama. 

Baca Juga: Apindo Sarankan Pemerintah Naikkan Batas PTKP Bila PPN Naik Jadi 12% di 2025

Dirinya menilai, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi nonmakanan, dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan. Pengeluaran nonmakanan, seperti untuk barang tahan lama, kesehatan, pendidikan, dan hiburan, lebih menunjukkan daya beli dan kesejahteraan ekonomi. 

Pengeluaran ini cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan menunjukkan penurunan daya beli kelas menengah.

"Erosi daya beli ini menjadi mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi agregat yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir," katanya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu segera menyiapkan beberapa strategi kebijakan untuk menyehatkan perekonomian Indonesia di tengah badai PHK dan pelemahan daya beli masyarakat yang terjadi saat ini.

Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip mengatakan bahwa kunci untuk mengatasi pelemahan daya beli masyarakat menengah adalah lapangan pekerjaan.

Hal ini dikarenakan pelemahan daya beli masyarakat terjadi karena banyak kelompok menengah yang kehilangan pekerjaan atau tidak memperoleh pekerjaan.

"Kapasitas produksi industri turun, investasi menurun. Jadi, kalau ingin menciptakan lapangan kerja, hidupkan industri. Ciptakan pekerjaan-pekerjaan baru untuk mengganti pekerjaan yang hilang. Industri yang tidak berproduksi karena menurunnya pasar, ciptakan," ujar Sunarsip kepada Kontan.co.id, Rabu (14/8).

Baca Juga: Belanja Pemerintah Kuartal III Dapat Mendongkrak Pertumbuhan Ekonomi Tanah Air

Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif untuk menurunkan biaya produksi agar mereka bisa beroperasi dan tetap mempekerjakan pegawainya. 

Instansi pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara juga perlu membelanjakan pengeluarannya untuk membeli produk dalam negeri. "Perketat produk impor masuk. Agar industri dalam negeri tetap dapat beroperasi," katanya.

Menurutnya, isu penurunan daya beli jangan dijadikan alasan untuk pemerintah jor-joran dalam menyalurkan bantuan sosial (bansos). Hal ini dikarenakan penyaluran bansos bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Fokus gunakan belanja negara untuk job creation. Hidupkan industri, dorong permintaan domestik melalui program padat karya yang mampu job creation. Hilirisasi industri harus dioptimalkan untuk penciptaan lapangan kerja," terangnya.

"Berbagai kawasan industri yang sudah dibangun, jangan terlalu lama dibiarkan kosong, under utilization. Dorong investor masuk ke kawasan industri," imbuh Sunarsip.

Baca Juga: Jokowi Soroti Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Masih Rendah

Sementara itu, Dekan FEB UI Teguh Dartanto menyarankan pemerintah untuk mempercepat realisasi dan distribusi anggaran pemerintah pusat maupun daerah untuk berbagai kegiatan.

Selain itu, program padat karya musiman (baik melalui program kementerian maupun dana desa) pada masa musim kemarau dapat dilakukan untuk menggerakkan perekonomian masyarakat lokal.

"Kemudian, memberikan insentif kepada perusahaan atau industri padat modal agar tidak melakukan PHK," kata Teguh.

Dan terakhir, pemerintah perlu mendorong program perlindungan sosial (perlinsos) yang adaptif di mana kelompok kelas menengah yang terkena PHK dapat mengusukan untuk mendapatkan bansos.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah telah melaksanakan beberapa kebijakan untuk menjaga daya beli kelas menengah, seperti pemberian insentif PPN DTP untuk perumahan dan otomotif.

Selain itu, pemerintah juga menjaga inflasi guna menjaga daya beli masyarakat. "Kita tekan inflasi rendah terutama untuk makanan minuman (mamin), itu juga akan meningkatkan daya beli," kata Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×