kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Apindo Sarankan Pemerintah Naikkan Batas PTKP Bila PPN Naik Jadi 12% di 2025


Senin, 12 Agustus 2024 / 14:10 WIB
Apindo Sarankan Pemerintah Naikkan Batas PTKP Bila PPN Naik Jadi 12% di 2025
ILUSTRASI. Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang bakal berlaku pada 1 Januari 2025, dinilai akan membebani masyarakat.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang bakal berlaku pada 1 Januari 2025, dinilai akan membebani masyarakat.  

Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Ahamdani menyarankan pemerintah sebaiknya memperhitungkan kembali kebijakan kenaikan tarif PPN sebab akan membebani masyarakat. Hal ini karena tren daya beli sedang melemah.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri menunjukkan kelas menengah mengalami penurunan dari 21,45% pada tahun 2019 menjadi 17,44% pada tahun 2023.

Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia juga menyebutkan 8,5 juta penduduk Indonesia turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah dalam rentang 2018-2023.

Di sisi lain, data makro ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara signifikan lebih dari 60% ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

“Artinya, kalau pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pemerintah Prabowo-Gibran yang membuat target pertumbuhan ekonomi cukup agresif, akan menghadapi kendala,” tutur Ajib dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/8).

Baca Juga: Kelas Menengah Makin Terpuruk, Ekonom Sarankan Pemerintah Pangkas Tarif PPN Jadi 9%

Ajib menyarankan, apabila pemerintah tetap memaksakan untuk menerapkan kenaikan tarif PPN tahun depan, pemerintah bisa menerapkan dua kebijakan.

Pertama, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, pemerintah bisa menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Sesuai dengan PMK Nomor 101 tahun 2016, besaran PTKP saat ini sebesar Rp 54 juta per tahun, atau ekuivalen dengan penghasilan Rp 4,5 juta per bulan. Pemerintah bisa menaikkan, misalnya, PTKP menjadi sebesar Rp 100 juta per tahun.

Upaya tersebut, kata Ajib, bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah. Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan.

Upaya kedua, pemerintah bisa fokus mengalokasikan tax cost, dengan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor-sektor yang menjadi lokomotif penggerak banyak gerbong ekonomi. Misal, sektor properti atau untuk sektor yang mendukung hilirisasi sektor pertanian, perikanan dan peternakan.

“Namun, secara kuantitatif harus dihitung betul bahwa tax cost ini satu sisi tetap memberikan dorongan private sector tetap bisa berjalan baik, dan di sisi lain penerimaan negara harus menghasilkan yang sepadan. Sehingga fiskal bisa tetap prudent,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ajib menyampaikan, pemerintah harus tetap mempertimbangkan dengan matang kebijakan untuk menaikkan tarif PPN, sekalipun memang kebijakan ini bisa menambah perolehan penerimaan pajak.

Menurutnya, pemberlakuan kenaikan tarif PPN ini cenderung lebih karena aspek budgeteir, yaitu fungsi fiskal untuk menambah penerimaan negara.

Sebagai contoh, penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2023 sebesar 764,3 triliun. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dan inflasi 2,5% pada tahun 2024 dan 2025, maka kenaikan tarif PPN sebesar 1% akan memberikan kontribusi penerimaan tambahan sekitar Rp 80 triliun pada tahun 2025.

Meksi begitu, jika kebijakan tersebut benar-benar berlaku pada tahun depan, Ajib menyarankan agar pemerintah menyiapkan insentif fiskal yang relevan dengan kemampuan daya beli masyarakat dan juga sektor usaha agar terus berjalan dengan baik.

“Pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5% membutuhkan kebijakan fiskal yang pro dengan pertumbuhan,” terangnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×