Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Pemerintah menyatakan akan mengevaluasi dan memberikan catatan koreksi pada qanun Aceh yang pada 22 Maret 2013 ditetapkan secara aklamasi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Bendera dan lambang suatu daerah adalah semangat dan kultural lokal, tetapi juga tetap harus merujuk peraturan perundangan.
"Itu kami evaluasi, semacam koreksi. Tentu kami akan minta penyesuaian-penyesuaian," kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek, dalam wawancara khusus dengan Kompas TV, Kamis (28/3/2013). Bila kajian atas qanun ini sudah selesai, dia mengatakan Dirjen Otonomi Daerah akan datang ke Nanggroe Aceh Darussalam untuk menyampaikan klarifikasi pada Gubernur dan DPR Aceh.
Reydonnyzar mengatakan pada prinsipnya sebuah bendera tidak boleh menyerupai panji atau menginspirasi separatisme. Berdasarkan PP 77/2007, Kementerian Dalam Negeri juga punya kewenangan untuk mengevaluasi peraturan daerah atau qanun, yang tidak sesuai dengan peraturan-perundangan di atasnya.
Dia pun menambahkan bahwa PP adalah aturan teknis turunan UU, dan tetap tak boleh bertentangan dengan beragam peraturan-perundangan di atasnya. "Kekhususan Aceh kami hormati dan hargai, tapi tetap harus merujuk pada UU lain, tak hanya UU 11/2006," ujar Reydonnyzar.
UU 11/2006 mengatur tentang Pemerintahan Aceh, termasuk yang memberikan 'kelonggaran' terkait struktur pemerintahan daerah berikut fasilitas, kelengkapan lembaga, maupun penggunaan istilah. Di dalamnya mencakup penggunakan istilah 'qanun' untuk kitab hukumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News