Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru menjalankan kebijakan redenominasi rupiah.
Ia menilai, kebijakan ini memerlukan perencanaan panjang agar tidak menimbulkan gejolak inflasi maupun gangguan ekonomi.
Menurut Bhima, banyak negara gagal melaksanakan redenominasi karena persiapan yang lemah, seperti Brasil, Ghana, dan Zimbabwe, yang justru berujung pada hiperinflasi.
Baca Juga: Presiden Soeharto Akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
“Persiapan tidak bisa 2–3 tahun, tapi perlu 8–10 tahun. Artinya, 2035 menjadi waktu minimum implementasi redenominasi,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (9/11/2025).
Ia menilai masa transisi penting untuk menyiapkan uang baru, sistem penukaran, hingga pembaruan pencatatan harga dan akuntansi.
Jika RUU Redenominasi ditargetkan rampung 2027, menurutnya waktu tersebut terlalu singkat.
“Kalau dipaksakan, justru bisa menimbulkan kekacauan administrasi dan ekonomi. Ini bukan waktu yang tepat,” tegasnya.
Bhima juga menyoroti risiko pembulatan harga ke atas (opportunistic rounding) yang bisa memicu inflasi.
“Harga Rp 9.000 bisa saja dibulatkan menjadi Rp 10 setelah redenominasi. Inflasi tinggi akibat hal ini akan menekan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Ia pun meragukan klaim bahwa redenominasi mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Baca Juga: Prabowo Subianto Kumpulkan Sejumlah Pejabat di Kediaman Kertanegara, Bahas Apa?
Penguatan Rupiah Harus Lewat Fundamental
Bhima menegaskan, redenominasi bukan cara memperkuat rupiah, karena tidak mengubah nilai tukar riil.
Penguatan, kata dia, harus ditempuh lewat perbaikan fundamental ekonomi, seperti peningkatan ekspor nonkomoditas, efisiensi logistik, daya saing SDM, dan kebijakan pajak yang pro kelas menengah.
Selain itu, sosialisasi menjadi kunci sukses redenominasi. Bhima mencatat, lebih dari 90% transaksi di Indonesia masih berbasis tunai, sehingga perubahan nominal bisa menimbulkan kebingungan di tingkat ritel.
Baca Juga: Rencana Redenominasi Rupiah Kembali Bergulir, Ini Kata Ekonom Bank Permata
“Akan ada ribuan jenis barang yang harus menyesuaikan pembukuan. Belum lagi antrean panjang di bank untuk menukar uang baru,” imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah telah memulai langkah persiapan dengan menyusun RUU Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), sebagaimana tercantum dalam PMK No. 7/2025 tentang Renstra Kementerian Keuangan 2025–2029.
RUU tersebut ditargetkan rampung pada 2027 di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb).
Rencana redenominasi sejatinya sudah pernah diusulkan pada 2013, dengan pemangkasan tiga angka nol pada uang rupiah, namun pembahasan kala itu tertunda dan belum dilanjutkan hingga kini.
Selanjutnya: Presiden Soeharto Akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Menarik Dibaca: Tanaman Herbal untuk Obat Sakit Perut, Redakan Nyeri dengan Pengobatan Rumahan!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













