Reporter: Grace Olivia | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rendahnya realisasi penerimaan negara, terutama penerimaan pajak, sepanjang tahun 2019 berdampak pada pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Selasa (7/1), melaporkan realisasi defisit anggaran sampai akhir tahun 2019 mencapai Rp 353 triliun atau setara 2,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi dibandingkan defisit APBN 2018 sebesar Rp 269,4 triliun atau 1,82% dari PDB.
Baca Juga: Kejar target penerimaan pajak, ini tiga jurus Ditjen Pajak di tahun ini
Tahun ini, pemerintah meyakini kondisi perekonomian, baik secara global maupun domestik, akan lebih baik. Meski masih diliputi risiko ketidakpastian, Menteri Keuangan Sri Mulyani cukup optimis pertumbuhan ekonomi akan meningkat sehingga kinerja APBN pun bisa lebih baik dibandingkan tahun lalu.
“Kebijakan kami akan terus mendorong APBN menjadi instrumen countercyclical yang efektif untuk menjaga momentum dan stabilitas ekonomi kami. Fundamental ekonomi 2019 yang terjaga ini kami harap mendapat momentum yang lebih positif dan menjadi modal yang baik untuk 2020,” kata Sri Mulyani, Selasa (7/1).
Dalam APBN 2020, pemerintah mematok defisit anggaran hanya sebesar Rp 307,2 triliun atau setara 1,76% terhadap PDB.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai target defisit tersebut sangat optimistis lantaran ditetapkan berdasarkan outlook terhadap APBN 2019 sebelumnya.
“Sementara realisasinya, defisit tahun lalu mencapai 2,2% dari PDB. Penerimaan pajak juga mengalami shortfall yang besar sehingga target pajak tahun depan menjadi semakin sulit tercapai,” kata Lana saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/1).
Baca Juga: Sri Mulyani prediksi potensi shortfall pajak pada tahun 2020 masih besar
Dengan gambaran, kondisi perekonomian global maupun domestik yang diperkirakan belum akan pulih secara signifikan dari tahun lalu, Lana memandang, pemerintah akan sulit memenuhi target defisit APBN 2020. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu meninjau kembali target anggaran baik dari aspek penerimaan, belanja, maupun pembiayaan dan segera melakukan penyesuaian.
“Kalau target penerimaan dan belanja tidak diubah, lalu prospek penerimaan pajak juga belum akan jauh lebih baik, maka defisit tahun ini hampir pasti akan lebih lebar dari targetnya. Karenanya, alternatifnya perlu dilakukan APBN perubahan untuk merevisi target-target itu,” sambung Lana.
Baca Juga: Shortfall pajak Rp 245 triliun pada 2019, terburuk dalam lima tahun terakhir
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto bilang, pemerintah tampaknya perlu mempertimbangkan APBN perubahan untuk tahun 2020. Selain menyesuaikan target anggaran dengan realisasi kinerja di tahun sebelumnya, pemerintah juga perlu mempertimbangkan kembali asumsi-asumsi makroekonomi dalam APBN 2020.
“Selain itu, dengan susunan kabinet sekarang beserta menteri-menteri barunya, pasti juga ada kepentingan penyesuaian program-program. Meski memang terlalu cepat dibicarakan, tapi APBN-P kemungkinan besar diperlukan terutama untuk mengantisipasi potensi shortfall penerimaan pajak yang lebih besar di 2020,” tutur Eko.
Melihat realisasi penerimaan pajak yang mengalami shortfall sebesar Rp 245,5 triliun sepanjang tahun lalu, Eko mengatakan, pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan target dan kebijakan APBN 2020 agar tidak berujung pada shortfall yang lebih besar lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News