Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia usaha menyatakan, biaya untuk transaksi lindung nilai masih mahal. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menghapuskan margin hedging sebesar 10%.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan, biaya untuk hedging harus lebih murah dari saat ini. Saat ini, BI menerapkan biaya swap sekitar 5% untuk tenor satu bulan dan 6% untuk tenor enam bulan.
“Perlu diberi sesuatu, bukan gratis. Tetap bayar, tetapi caranya dipermudah dan ongkosnya jangan mahal-mahal,” kata Benny di Hotel Milenium, Jakarta, Rabu (8/8).
Ia mengatakan, dengan rate yang masih mahal itu, pengusaha pun tidak banyak yang memanfaatkan fasilitas ini. Ia menyebut, di Kadin sendiri, yang memahami hedging baru sedikit.
“Mungkin 10%-15% belum tahu mereka cara hedging kalau perusahaan kecil,” ucapnya.
Benny melanjutkan, sebaiknya eksportir yang berbahan baku sumber daya alam (SDA), diwajibkan untuk mengonversikan 100% devisa hasil ekspornya ke rupiah. Sebaliknya, untuk eksportir yang melakukan impor akibat bahan bakunya tidak ada di dalam negeri, perlu diberikan keringanan.
“Untuk sektor yang bahan bakunya SDA, yang dikasih Tuhan ke republik kita, mereka tinggal cangkul saja, seharusnya diwajibkan. Kalau yang gunakan bahan baku impor karena di sini bahan bakunya tidak ada, harusnya diringankan,” jelasnya.
Selain itu, ia mengemukakan, ketimbang sulit-sulit memikirkan insentif agar eksportir mau mengonversikan devisa hasil ekspornya ke rupiah, lebih baik mekanisme hedging yang dibenahi oleh BI. “Mending hedging dipermudah dan dipermurah,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News