Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kerap menjadi sorotan publik. Hal tersebut lantaran penyelesaian Program Legislasi Nasional (Prolegnas) kerap molor dari tenggat waktu yang menjadi pekerjaan anggota legislatif.
Sepanjang masa sidang tahun 2016-2017 DPR hanya menyelesaikan 17 rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang (UU). Jumlah ini terbilang masih minim lantaran setiap tahunnya DPR memasukkan 50 RUU dalam Prolegnas.
Dalam pembukaan masa persidang III tahun sidang 2017-2018 DPR menguraikan rencana kerja di tahun ini. Tahun ini, lembaga wakil rakyat itu akan melanjutkan pembahasan terhadap 21 RUU Prioritas 2018 dan tiga RUU Kumulatif terbuka, enam RUU yang tengah dalam proses pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi dan sebelas RUU yang sedang dalam proses penyusunan di DPR.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya berujar pembahasan undang-undang yang diinisiatif DPR mayoritas akan memakan waktu lebih lama ketimbang yang diinisiasi pemerintah. Lantaran etos kerja anggota DPR masih kerap tak mengejar target legislasi yang ada.
Hal tersebut perlu diperbaiki dengan peran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) masing-masing partai. Dirinya menegaskan DPP sudah semestinya membuat indikator kinerja beserta saksi bagi anggota DPR yang mempunyai tak optimal.
"Peran serta dari DPP itu paling penting sayangnya partai tidak melakukan evaluasi karena belum pernah partai punya indikator kerja anggota DPR. Itu yang menyebabkan apa yang terjadi dengan DPR tidak pernah berlomba untuk bekerja," ujar Yunarto kepada Kontan.co.id, Selasa (9/1).
Selain itu, perlu ada perubahan sistem pembahasan legislasi di DPR, menurutnya anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tak boleh merangkap jabatan di komisi.
Hal ini yang juga memperlambat pembahasan di tingkat I. "Dengan tidak merangkapnya keanggotaan kita berharap ada percepatan kerja," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News