Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dikabarkan sedang menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait reformasi Stabilitas Sisitem Keuangan (SSK).
Hal tersebut dibenarkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Mukhammad Misbakhun, tapi dirinya belum bisa berkomentar poin reformasi stabilitas sistem keuangan yang dicanangkan pemerintah itu.
“Saya tidak bisa mengonfimasi, karena masih dalam proses,” kata Misbakhun kepada Kontan.co.id, Jumat (28/8).
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah siapkan perppu stabilitas sistem keuangan
Kendati demikian sejumlah ekonom angkat bicara terkait beleid yang bertujuan untuk mengantisipasi krisis industri keuangan tahun depan itu.
Ekonom Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, Perppu SSK tidak dibutuhkan. Kata Enny, sebetulnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan sudah cukup mengkaver tensi stabiltas sistem keuangan saat ini dan tahun depan.
“Menimbulkan ketidakpercayaan pasar. Potensi moral hazardnya sangat tinggi, trauma dengan berbagai modus-modus bailout yang dulu-dulu yang merugikan uang negara,” kata Enny kepada KONTAN, Rabu (2/9).
Baca Juga: BI turunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 4%
Toh, kata Enny ada Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang rutin bertemu membahas perkembangan terkini. Enny menilai Perppu SSK akan megerogoti independensi Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter, bila Dewan Moneter dibentuk yang dikepalai oleh Menteri Keuangan. Praktis kebijakan moneter nantinya berbau politik.
Di sisi lain, Enny menambahkan bentuk payung hukum berupa Perppu berpotensi tidak efektif untuk aturan yang kompleks seperti stabilitas sistem keuangan. “Jadi jangan dilakukan secara grasak-grusuk, harus ada pembahasan yang insentisif,” ujar Enny,
Sejalan, Ekonom Pasar Modal Luthfi Ridho mengatakan bila Perppu SSK disahkan menjadi UU, maka kredibitilas pemerintah akan dipertanyakan oleh pasar. Dengan adanya pembentukan Dewan Moneter, maka mempermudah BI dan pemerintah untuk melanjutkan burden sharing di masa mendatang.
“Meski burden sharing dipastikan berlanjut hingga 2021, namun apabila dengan Perppu SSK bisa memungkinkan cetak uang lagi di 2023, maka kredibitial pemerintah dipertanyakan. Kemungkinan buruknya ekonomi Indonesia bisa sepeti Venezuela,” kata Luthfi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah akan merevisi Undang-Undang (UU) terkait stabilitas sistem keuangan.
Sri Mulyani menyampaikan krisis akibat pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) saat ini mengharuskan pemerintah melakukan extraordinary termasuk dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga, Perppu terkait stabilitias sistem keuangan bisa merespon dampak ke depan yang berada di luar prediksi.
Baca Juga: Ini bahaya mata uang virtual menurut BI
“Kalau melihat keseluruhan stabilitas sistem keuangan harus dilihat hati-hati langkah persiapan yang diperlukan seandaninya ada persoalan yang berkembang dan tidak bisa diselesaikan dalam peraturan perundang-undangan yang ada,” ujar Menkeu dalam Konferensi Pers Laporan APBN Periode Agustus, Selasa (25/8).
Adapun, Sri Mulyani menyebutkan undang-undang yang akan direvisi antara lain UU Lembaga Penjamin Simpanan, UU Bank Indonesia (BI), UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK), UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK), UU Keuangan Negara, dan UU Perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News