Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini, vaksinasi Covid-19 menjadi hal yang penting dilakukan. Selain untuk kesehatan diri, vaksinasi kini menjadi syarat untuk sebagian aktivitas masyarakat.
Pemerintah mewajibkan vaksinasi dalam mobilitas warga sejak penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Vaksinasi menjadi salah satu syarat bagi warga yang hendak bepergian menggunakan transportasi darat, laut, dan udara di wilayah tertentu.
Warga harus menunjukkan sertifikat vaksinasi, minimal dosis pertama, kepada petugas agar dapat melanjutkan perjalanan.
Di Jakarta, Pemprov DKI juga mewajibkan pegawai dan pengunjung untuk menunjukkan sertifikat vaksin di sejumlah sektor usaha, yakni restoran, rumah makan, kafe, salon dan barbershop. Bahkan, aturan sama diberlakukan untuk usaha warung makan seperti warteg.
Baca Juga: Calon penumpang kapal Pelni, wajib menunjukkan sertifikat vaksinasi
Namun dalam praktiknya, aturan tersebut memunculkan modus kejahatan baru, yakni pemalsuan dokumen sertifikat vaksin.
Sertifikat vaksinasi Covid-19 memuat data pribadi seperti nama, NIK, tanggal lahir, hingga tanggal vaksinasi. Modusnya, pelaku menggunakan data orang lain yang sudah melakukan vaksinasi.
Kepolisian sudah mengungkap sejumlah kasus pemalsuan dokumen vaksinasi Covid-19 di berbagai daerah.
Baca Juga: Sertifikat vaksin Covid-19 belum muncul di pedulilindungi.id? Lakukan hal ini
Bagaimana jeratan hukum para pelaku yang terlibat pemalsuan sertifikat vaksin?
Dalam aktivitas perjalanan, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, sudah menekankan kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemalsuan dokumen sertifikat vaksinasi.
Pemalsuan dokumen sertifikat vaksin disinggung dalam Surat Edaran Kementrian Perhubungan, yakni SE 56/2021 yang mengatur tentang transportasi darat, SE 58/2021 tentang transportasi perkeretaapian, dan SE 59/2021 tentang transportasi laut.
Intinya disebutkan “Pemalsuan sertifikat vaksin serta surat keterangan negatif Covid-19 akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penumpang yang tidak melaksanakan ketentuan akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Baca Juga: Ada 6 vaksin Covid-19 di Indonesia, vaksin mana yang terbaik?
Artinya, SE tersebut menyerahkan penindakan terhadap pelaku pemalsuan dokumen perjalanan untuk ditindak berdasarkan hukum yang berlaku.
Regulasi terhadap tindakan pemalsuan dokumen setidaknya telah diatur dalam UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
Selain itu, Ketentuan Hukum Pidana, sebagaimana termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tentunya, jeratan hukum tersebut berlaku tidak hanya kepada pemakai sertifikat palsu untuk kepentingan perjalanan. Pemakai sertifikat vaksin palsu untuk kepentingan apapun dapat dijerat pasal yang sama.
Baca Juga: Mudah! Ini cara download sertifikat vaksin Covid-19 dari PeduliLindungi.id
Pasal 35 UU ITE menyebutkan : "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik."
Sementara Pasal 51 ayat (1) UU ITE mengatur perihal ancaman pidana terhadap perbuatan yang dikategorikan dalam Pasal 35 tersebut, yakni: "Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)."
Sementara dalam KUHP, tindak pidana pemalsuan surat diatur dalam Pasal 263 KUHP yang berbunyi:
(1) Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari sesuatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Baca Juga: Cara cek dan download sertifikat vaksin Covid-19 di aplikasi PeduliLindungi dan SMS
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat yang isinya tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olahvbenar dan tidak dipalsu, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
Berdasarkan uraian di atas, masyarakat harus sadar bahwa perbuatan pemalsuan dokumen untuk kepentingan aktivitas bukan suatu pelanggaran ringan/disiplin/etik yang hanya mendapat sanksi administratif maupun tindakan pendisiplinan.
Pemalsuan sertifikat vaksin merupakan suatu perbuatan pidana yang diancam dengan sanksi penjara. Oleh karena itu, masyarakat harus turut serta menyukseskan gerakan penanggulangan wabah/pandemi Covid-19 dengan mengikuti program vaksinasi. Hal itu dapat mempercepat terciptanya herd immunity.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pakai Sertifikat Vaksin Covid-19 Palsu Ancamannya Penjara, Simak Aturannya"
Penulis : Yohanes S. Hasiando Sinaga
Editor : Sandro Gatra
Selanjutnya: Begini gambaran hidup bersama virus Covid-19, jika corona tak bisa hilang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News