kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pajak perkuat payung hukum hadapi Google dkk


Kamis, 16 Maret 2017 / 09:21 WIB
Pajak perkuat payung hukum hadapi Google dkk


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus, Ramadhani Prihatini | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai menyiapkan ancang-ancang menghadapi sengketa pajak dengan Google. Melalui Surat Edaran Nomor SE-04/PJ/2017, Ditjen Pajak mempertegas penentuan Badan Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet atau over the top (OTT).

Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, pada prinsipnya, surat edaran itu memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT. Penentuan berdasarkan ketentuan yang berlaku, yakni UU Pajak Penghasilan (PPh) dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), katanya kepada KONTAN, Rabu (15/3).

Hestu mengakui, pertimbangan dikeluarkannya surat edaran ini juga berhubungan dengan upaya penyelesaian pajak Google yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang. Menegaskan bahwa Google memang memiliki BUT di Indonesia. Ini berlaku juga untuk SPLN lain yang menyediakan layanan OTT, ucapnya.

Mengutip UU PPh, dalam surat edaran itu, Ditjen Pajak menegaskan yang dimaksud BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.

BUT bisa berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik; bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, hingga komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Sedang dalam P3B, laba usaha yang diperoleh SPLN dapat dikenai pajak di Indonesia, sepanjang dilakukan melalui BUT di Indonesia.

Kepala Kantor Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv bilang, Google masih menolak sebagai BUT. "Kami sudah punya jurus taklukkan Google, bahwa sebetulnya dia punya BUT di Indonesia. Saya punya bukti," kata Haniv.

Menurutnya, permohon keringanan perpanjangan waktu menyerahkan laporan keuangan elektronik telah mengubah negosiasi. Ditjen Pajak akhirnya meminta kewajiban pajak Google dari pendapatan 2016, tidak hanya sampai 2015.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×