kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Pajak Natura Tidak Signifikan Dongkrak Penerimaan Pajak


Kamis, 06 Juli 2023 / 17:51 WIB
Pajak Natura Tidak Signifikan Dongkrak Penerimaan Pajak
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Kamis (29/12/2022). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan resmi menerbitkan aturan teknis terkait penerapan pajak  natura dan/kenikmatan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri  Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023.

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pengenaan pajak natura  ini bertujuan untuk mendorong perusahaan agar meningkatkan kesejahteraan  pegawainya. Artinya, terbitnya aturan ini tidak semerta-merta untuk  mendorong penerimaan pajak.

"Tujuannya  adalah supaya meningkatkan cara kita untuk mendorong korporasi untuk  menjaga asetnya yaitu karyawannya. Jadi saya tidak akan langsung berapa  kira-kira plus minusnya. Nanti kita coba lihat di penghujung 2023," ujar  Suryo dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis (6/7).

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu  Yoga Saksama mengatakan, penerimaan pajak dari kebijakan tersebut juga  tidak terlalu signifikan dalam mendorong penerimaan pajak.

Baca Juga: Hingga Semester I 2023, Belanja Negara Baru Tersalurkan Rp 1.254,7 Triliun

Hal ini dikarenakan pemerintah telah menetapkan batasan nilai tertentu yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan (PPh).

"Justru karena batasan tertentunya tadi  sudah sangat layak, enggak akan banyak sih penerimaan dari PPh 21  karyawannya," kata Yoga saat ditemui sesuai acara.

Untuk diketahui, batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan Indeks Harga Beli/Purchasing Power Parity (OECD), Survey Standar Biaya Hidup  (BPS), Standar Biaya Masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index  (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.

Senada, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat bahwa potensi penerimaan pajak dari penerapan pajak  natura ini tidak akan terlalu besar.

Berdasarkan hitungannya dengan menggunakan data hingga tahun 2019, potensi kenaikan penerimaan PPh 21 dari adanya kebijakan natura ini  hanya berkisar Rp 6,74 triliun.

"Tapi itu  kotor, perlu estimasi loss PPh Badan yang kita estimasikan secara kasar sebesar Rp 4,5 triliun. Jadi, nett ke penerimaan negara itu sebesar Rp 2,2 triliun. Itupun sudah dengan skenario terbaik," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7).

Baca Juga: Ini Fasilitas Kantor yang Kena Pajak Natura

Oleh karena itu, Fajry menyampaikan bahwa kebijakan natura ini tidak  bisa menjadi pendongkrak penerimaan pajak pada semester II-2023. Mengingat, kebijakan ini bertujuan bukan untuk mengejar penerimaan  pajak, melainkan mendesain bagaimana sistem perpajakan yang lebih berkeadilan.

Selain itu, pajak natura ini juga bertujuan untuk menutup celah penghindaran pajak yang bisa  dilakukan bagi kelompok berpendapatan tinggi.

"Jadi, apakah bisa mendongkrak penerimaan pajak semester II, jawabannya tidak," katanya.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×