Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan resmi menerbitkan aturan teknis terkait penerapan pajak natura dan/kenikmatan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, pengenaan pajak natura ini bertujuan untuk mendorong perusahaan agar meningkatkan kesejahteraan pegawainya. Artinya, terbitnya aturan ini tidak semerta-merta untuk mendorong penerimaan pajak.
"Tujuannya adalah supaya meningkatkan cara kita untuk mendorong korporasi untuk menjaga asetnya yaitu karyawannya. Jadi saya tidak akan langsung berapa kira-kira plus minusnya. Nanti kita coba lihat di penghujung 2023," ujar Suryo dalam Media Briefing di Jakarta, Kamis (6/7).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, penerimaan pajak dari kebijakan tersebut juga tidak terlalu signifikan dalam mendorong penerimaan pajak.
Baca Juga: Hingga Semester I 2023, Belanja Negara Baru Tersalurkan Rp 1.254,7 Triliun
Hal ini dikarenakan pemerintah telah menetapkan batasan nilai tertentu yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan (PPh).
"Justru karena batasan tertentunya tadi sudah sangat layak, enggak akan banyak sih penerimaan dari PPh 21 karyawannya," kata Yoga saat ditemui sesuai acara.
Untuk diketahui, batasan nilai tersebut telah mempertimbangkan Indeks Harga Beli/Purchasing Power Parity (OECD), Survey Standar Biaya Hidup (BPS), Standar Biaya Masukan (SBU Kemenkeu), Sport Development Index (Kemenpora), dan benchmark beberapa negara.
Senada, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat bahwa potensi penerimaan pajak dari penerapan pajak natura ini tidak akan terlalu besar.
Berdasarkan hitungannya dengan menggunakan data hingga tahun 2019, potensi kenaikan penerimaan PPh 21 dari adanya kebijakan natura ini hanya berkisar Rp 6,74 triliun.
"Tapi itu kotor, perlu estimasi loss PPh Badan yang kita estimasikan secara kasar sebesar Rp 4,5 triliun. Jadi, nett ke penerimaan negara itu sebesar Rp 2,2 triliun. Itupun sudah dengan skenario terbaik," kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7).
Baca Juga: Ini Fasilitas Kantor yang Kena Pajak Natura
Oleh karena itu, Fajry menyampaikan bahwa kebijakan natura ini tidak bisa menjadi pendongkrak penerimaan pajak pada semester II-2023. Mengingat, kebijakan ini bertujuan bukan untuk mengejar penerimaan pajak, melainkan mendesain bagaimana sistem perpajakan yang lebih berkeadilan.
Selain itu, pajak natura ini juga bertujuan untuk menutup celah penghindaran pajak yang bisa dilakukan bagi kelompok berpendapatan tinggi.
"Jadi, apakah bisa mendongkrak penerimaan pajak semester II, jawabannya tidak," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News