kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45896,66   8,93   1.01%
  • EMAS1.363.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan Teknis Pajak Natura Dirilis, Ini Catatan Pengamat Pajak


Rabu, 05 Juli 2023 / 20:41 WIB
Aturan Teknis Pajak Natura Dirilis, Ini Catatan Pengamat Pajak
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan teknis mengenai pajak natura atau pajak kenikmatan


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA  Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menerbitkan aturan teknis mengenai pajak natura atau pajak kenikmatan.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023 tentang perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau asa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menyambut baik atas terbitnya aturan tersebut. Menurutnya, terbitnya PMK 66/2023 tersebut memberikan kepastian hukum penerapan PPh atas natura/kenikmatan bagi seluruh stakeholders.

Baca Juga: Natura di Daerah Tertentu Tak Kena Pajak, Pengamat: Dukung Pemerataan Pembangunan

Dirinya juga memberikan catatan atas lahirnya beleid ini. Pertama, adanya kejelasan natura/kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh. Sebagai contoh, pengecualian atas peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop, fasilitas peribadatan, bingkisan hari raya keagamaan dan sebagainya.

"Ini menandakan bahwa pemerintah tetap mengedepankan keadilan tanpa mendistorsi kegiatan ekonomi wajib pajak," ujar Bawono kepada Kontan.co.id, Rabu (5/7).

Kedua, adanya keselarasan dengan tujuan untuk memberikan keadilan dan menyasar kelompok tertentu. Seperti yang diketahui, PMK 66/2023 turut memberikan pengecualian bagi natura/kenikmatan tertentu dan adanya batasan nilai (threshold).

Contohnya, adanya threshold pengecualian atas fasilitas kendaraan bagi pegawai yang rata-rata penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 100 juta per bulan, atau fasilitas tempat tinggal dengan nilai tidak lebih dari Rp 2 juta per bulan.

"Dengan demikian, ada sinyal keberpihakan pemerintah bagi kelompok berpenghasilan menengah ke bawah," katanya.

Ketiga, adanya kesetaraan perlakuan dan optimalisasi pengenaan pajak bagi penghasilan dalam bentuk natura/kenikmatan yang diterima para pemberi jasa yang tidak dalam hubungan pegawai-pemberi kerja.

Dalam hal ini berupa jasa endorsement yang dilakukan oleh influencer di media sosial yang selama ini umumnya dibayar dalam bentuk fasilitas atau barang. Nah, menurutnya, jika sebelumnya sulit untuk dipajaki, melalui PMK ini juga menjadi lebih berkepastian dan tegas.

Baca Juga: Seluruh Natura yang Diterima Pada 2022 Dikecualikan dari Objek PPh

Keempat, adanya kepastian mengenai valuasi nilai natura/kenikmatan yang dipergunakan. Misalnya penggunaan nilai pasar yang ditekankan untuk natura berbentuk tanah/bangunan, valuasi secara proporsional untuk fasilitas yang memberikan joint benefit, dan sebagainya.

Kelima, Bawono bilang, beleid ini berpotensi mengubah pola pemberian benefit dari pemberi kerja kepada pegawai.

Pasalnya, prinsip pemajakannya berlaku simetris dengan syarat, yaitu atas natura/kenikmatan yang menjadi objek PPh di sisi pegawai dapat dijadikan biaya pengurang penghasilan bruto pemberi kerja. Namun, dengan syarat sepanjang memenuhi kriteria biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (biaya 3M).

Akibatnya, ada kemungjinan bahwa suatu natura/kenikmatan yang diterima pegawai dikenakan PPh tapi belum tentu bisa dibebankan di sisi pemberi kerja. Contohnya adalah fasilitas pelatihan atau pendidikan.

Keenam, Bawono menilai, PMK 66/2023 ini turut mendukung pemerataan pembangunan daerah. Pasalnya, pengecualian objek PPh juga dikenakan untuk natura/kenikmatan yang diterima pegawai di daerah tertentu.  Daerah tertentu tersebut meliputi daerah yang memiliki potensin ekonomi yang layak dikembangkan namun prasarana ekonominya belum mendukung.

"Artinya, perusahaan atau pemberi kerja yang beroperasi di lokasi dengan kriteria tertentu (yang relatif remote area) dan mengembangkan prasarana akan diuntungkan," terangnya.

Ketujuh, adanya tantangan dalam praktik di lapangan. Hal ini dikarenakan luasnya cakupan objek PPh atas natura/kenikmatan akan memberikan tantangan dalam pengimplementasiannya. Terlebih lagi, model pemberian natura/kenikmatan yang dilakukan tiap pemberi kerja bervariasi.

Baca Juga: Kementerian Keuangan Menetapkan Batasan Nilai yang Tidak Terkena Pajak Natura

"Sayangnya tidak seluruhnya diberikan panduan/ilustrasi yang jelas dan detail. Contohnya, fasilitas team building, skema pinjaman lunak, fasilitas kesehatan psikologis, dan sebagainya," kata Bawono.

Dan terakhir, adanya persoalan waktu pemberlakuan. Bawono bilang, PMK 66/2023 ini mengecualikan pengenaan PPh atas natura/kenikmatan yang diterima di 2022. Padahal, UU HPP dan PP 55/2022 sebelumnya telah mengamanatkan implementasinya sejak tahun 2022 melalui mekanisme self-assessment.

Untuk itu dirinya mempertanyakan bagaimana perlakuan PPh natura/kenikmatan yang telah disetor dan dilaporkan wajib pajak orang pribadi dalam SPT 2022.

"Dalam konteks ini, ada isu administrasi yang perlu diperjelas kembali kepada wajib pajak," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×