Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Fenomena segelintir orang superkaya Indonesia diam-diam memindahkan dananya ke luar negeri mencermintan rendahnya loyalisme terhadap bangsa dan negara. Diprediksi mereka ini adalah para konglomerat yang bisnisnya bergerak di sektor komoditas dan finansial.
Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyebut fenomena ini sebagai bentuk pelarian modal yang tidak hanya merugikan stabilitas ekonomi nasional, tetapi juga mencerminkan rendahnya semangat nasionalisme dan tanggung jawab sosial dari kalangan elite ekonomi.
"Lebih dari itu, ini adalah bentuk ketidakloyalan terhadap upaya bangsa Indonesia menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global," ujar Achmad dalam keterangannya, Sabtu (13/3).
Dalam laporan Bloomberg 11 April lalu, diungkapkan di mana segelintir orang superkaya Indonesia diam-diam memindahkan ratusan juta dolar Amerika Serikat (AS) ke luar negeri melalui berbagai instrumen keuangan, mulai dari properti, emas, hingga mata uang kripto.
Arus keluar dana dari Indonesia meningkat drastis sejak Oktober 2024, seiring dengan pelemahan tajam nilai tukar rupiah pada Maret 2025. Salah satu bankir swasta mengungkap bahwa klien-kliennya yang memiliki kekayaan bersih antara US$ 100 juta hingga US$ 400 juta telah mengalihkan sekitar 10% portofolio mereka ke aset kripto.
Lebih lanjut, firma penasihat keuangan melaporkan bahwa pemindahan dana ke pusat-pusat keuangan global seperti Dubai dan Abu Dhabi mencapai US$ 50 juta hanya dalam bulan Februari 2025, atau meningkat lima kali lipat dibandingkan kuartal sebelumnya.
Baca Juga: Sejumlah Orang Kaya RI Dikabarkan Pindahkan Kekayaan ke Luar Negeri
Achmad menyebut fakta tersebut menunjukkan betapi sistemiknya praktik pelarian modal yang dialihkan elite ekonomi Indonesia. Meski laporan Bloomberg tidak secara eksplisit menyebutkan nama-nama pelaku, ia memprediksi bahwa mereka adalah para konglomerat yang beroperasi di sektor komoditas yang sekaligus bermain di sektor finansial.
Kelompok ini dikenal luas memiliki pengaruh besar di sektor ekspor komoditas primer seperti kelapa sawit, batu bara, nikel, dan karet.
"Mereka adalah pemilik perusahaan-perusahaan raksasa yang menggurita di sektor perdagangan, perkebunan, pertambangan, serta perbankan atau investasi," imbuhnya.
Menurutnya, kelompok elite tersebut akrab dengan transaksi lintas negara, memiliki akses ke pasar modal global, dan terbiasa membuka rekening di bank luar negeri atau menggunakan instrumen keuangan kompleks seperti derivatif, hedge fund, atau mata uang kripto.
Ia menambahkan, identitas mereka bukanlah misteri besar. Pasalnya, lingkaran pelaku usaha yang menguasai dua sektor komoditas sekaligus finansial sangar terbatas.
Baca Juga: Orang Kaya Indonesia Dikabarkan Pindahkan Kekayaan ke Luar Negeri, Ini Pemicunya
Misalnya, konglomerat pemilik tambang batubara atau nikel yang juga menguasai perusahaan pembiayaan di Singapura, atau eksportir sawit dengan anak usaha di sektor perbankan offshore.
Selain itu, transaksi ekspor dan impor mereka juga tercatat di bea cukai, sementara aliran dananya terekam di bank sentral atau lembaga keuangan internasional.
Achmad menyebut, keterlibatan mereka dalam skema pemindahan dana ke luar negeri seringkali terlihat dari pola transaksi yang tidak wajar, seperti pembayaran ekspor yang ditahan di rekening luar negeri atau penggunaan perusahaan cangkang di negara tax haven.
"Diduga mereka adalah aktor yang selama ini diuntungkan oleh kebijakan ekonomi Indonesia, tetapi justru menjadi pihak pertama yang kabur ketika risiko membayangi," tambahnya.
Lebih ironis, ujar Achmad, banyak dari pengusaha ini yang selama ini mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam Indonesia. Namun ketika gejolak ekonomi terjadi, mereka justru menjadi yang pertama hengkang membawa kekayaannya keluar negeri.
Selanjutnya: Daun Binahong Baik untuk Kesehatan, Ini Resep Rebusan Daun Binahongnya
Menarik Dibaca: 7 Ide Desain Dapur Terbaru 2025 yang Wajib Dicoba untuk Rumah Modern Anda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News