Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, menyoroti salah satu aspek penting dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Salah satunya menghilangkan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK).
Dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) BAB IV Ketenagakerjaan Bagian 2, disebutkan bahwa di antara pasal 88 dan pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, disisipkan tujuh pasal yakni pasal 88A sampai 88G.
Baca Juga: Pesangon pekerja terancam hilang, KSPI tolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Terdapat pasal yang dinilai dapat merugikan buruh/pekerja. Pertama, pasal 88C. Kahar menilai bunyi pasal itu berarti menghilangkan upah minimum sektoral kabupaten/kota.
Artinya, buruh yang saat ini upahnya mengacu upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) atau upah minimum kabupaten/kota (UMK) akan dirugikan. "Pasal 88 C. Upah Minimum hanya UMP gitu? Tidak ada UMSK," kata Kahar, Jumat (14/2).
Sebagai perbandingan, UMK 2020 di Kabupaten Karawang Rp 4.594.324, Kota Bekasi Rp 4.589.708, Kabupaten Bekasi Rp. 4.498.961, dan Kota Depok Rp 4.202.105. "Sedangkan UMP Jawa Barat hanya Rp 1,81 juta," ucap dia.
Baca Juga: Berharap Ada Titik Temu di Omnibus Law Cipta Kerja
Kemudian pasal 88D ayat (1), disebutkan formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi. Artinya, penetapan formula ini lebih buruk daripada penetapan kenaikan upah minimum berdasarkan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Lah terus formula kenaikan cuma dikali ke Pertumbuhan Ekonomi?. (Ini) Lebih buruk dari PP 78, yang kenaikannya berdasarkan inflansi dan pertumbuhan ekonomi," kata Kahar. Sebagai contoh, kenaikan UMP/UMK 2020 adalah 8,51%.