Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ombudsman RI, lembaga negara yang berwenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, memandang penetapan harga eceran terendah (HET) untuk beras, baik premium maupun medium, tak efisien bagi pengusaha dan tak relevan bagi konsumen.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyarankan, HET beras sebaiknya diberlakukan pemerintah sebatas sebagai data amatan.
Secara rinci soal beras premium, Yeka bilang, pada dasarnya jenis ini menyasar segmentasi pasar kelas menengah ke atas yang tak masalah mengeluarkan bujet lebih untuk nasi yang dimakan.
“Secara historis, sudah pernah ada berbagai macam beras dengan harga beragam, ada yang sampai sekilonya Rp 50.000, dengan label beras organik dan sebagainya. Ada kreativitas di tingkat petani dan pengusaha untuk menyuguhkan beras terbaik dan itu diterima oleh konsumen menengah ke atas,” kata Yeka kepada Kontan, Minggu (10/8/2025).
Maka itu, menurut Yeka, HET beras premium sesungguhnya tak relevan.
Baca Juga: Mentan Amran: Sebagian Merek Beras Oplosan Sudah Mengganti Harga dan Kualitas
Kemudian untuk beras medium, Yeka menjelaskan, saat ini harga gabah sebagai bahan baku beras saja sudah tembus ke atas Rp 8.000, lebih dari 50% HET beras medium. Pemerintah tak bisa mengontrol harga gabah di lapangan sehingga produsen mau tak mau perlu membeli dengan harga yang sudah ditetapkan petani.
Lagipula, pada kenyataannya ada terlalu banyak toko yang menjual beras di atas HET. “Kalau kita ciduk itu, yang ada beras-beras jelek nanti yang dijual dan dinikmati masyarakat,” kata Yeka.
Yeka menekankan, kecurangan apapun yang terjadi di lapangan merupakan tindak kejahatan yang melanggar undang-undang. Namun, ia menilai pemerintah butuh pendekatan yang relevan untuk menanganinya dan penetapan HET yang tak sesuai kemampuan produsen bukanlah jawaban.
Untuk menjaga harga tetap stabil, Yeka menilai intervensi pemerintah bisa dilancarkan melalui penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Ketika harga bergejolak, pemerintah bisa langsung membanjiri pasar dengan beras.
“Ketika harga pasar diserahkan kepada mekanisme pasar, maka satu-satunya tugas pemerintah adalah menjaga stok. Semua pelaku pasar akan melihat ke sana. Oleh karena itu stok pemerintah itu wajib ada, pemerintah harus menguasai minimal 10% pasokan,” ujarnya.
Yeka juga mengingatkan agar pemerintah, dalam hal ini Bulog, untuk memiliki time frame yang jelas sehingga penyaluran stok beras pemerintah bisa efektif sesuai tujuannya, yakni mengerem harga.
Baca Juga: Jaga Pasokan & Harga Beras Stabil, Bulog Ditugaskan Salurkan 1,3 Juta Ton Beras SPHP
Wacana Satu Harga Beras
Di luar itu, sebelumnya pemerintah tengah mengkaji wacana penerapan satu harga beras. Rencananya, klasifikasi beras medium dan premium akan dihapus sehingga hanya akan ada satu harga acuan yang dipakai.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memastikan hingga kini wacana tersebut masih digodok. “Belum ada perubahan, sedang dalam pembahasan,” katanya kepada Kontan, Minggu (10/8/2025).
Langkah ini diambil setelah terjadinya kasus pengoplosan beras premium. Dengan fakta bahwa beras premium yang dijual tak terjamin kualitasnya, Bapanas memandang klasifikasi medium dan premium yang ada menjadi tak relevan.
Selanjutnya: Prediksi Susunan Pemain Liverpool di Community Shield, Minggu (10/8)
Menarik Dibaca: 9 Rekomendasi Jus yang Bagus Diminum saat Diet untuk Menurunkan Berat Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News