kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.596.000   -9.000   -0,35%
  • USD/IDR 16.808   38,00   0,23%
  • IDX 8.620   82,36   0,96%
  • KOMPAS100 1.195   14,16   1,20%
  • LQ45 850   4,85   0,57%
  • ISSI 308   3,29   1,08%
  • IDX30 439   2,80   0,64%
  • IDXHIDIV20 514   2,60   0,51%
  • IDX80 133   1,18   0,90%
  • IDXV30 139   1,42   1,03%
  • IDXQ30 141   0,57   0,41%

Bersiap! Ini Sederet Kebijakan Pajak yang Berlaku di 2026


Senin, 29 Desember 2025 / 12:57 WIB
Bersiap! Ini Sederet Kebijakan Pajak yang Berlaku di 2026
ILUSTRASI. Realisasi aktivasi akun perpajakan digital Coretax (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Pemerintah menyiapkan sejumlah kebijakan perpajakan yang akan mulai berlaku pada 2026.

Arah kebijakan tersebut menegaskan tidak adanya penambahan jenis pajak baru maupun kenaikan tarif, dengan fokus pada reformasi sistem, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan penyesuaian standar global.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan kebijakan pajak 2026 tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada rencana penambahan objek pajak maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada.

Baca Juga: Kemendagri Rekapitalisasi 63.230 Dokumen Kependudukan di Tiga Wilayah Kena Banjir

Ia menegaskan, kenaikan tarif pajak hanya akan dilakukan jika perekonomian Indonesia mampu tumbuh di atas 6%.

"Anda gak usah takut kalau saya naikkan pajak. Anda akan susah. Saya akan naikkan pajak pada waktu tumbuhnya di atas 6%. Anda akan happy juga bayar pajaknya," kata Purbaya kepada awak media, Selasa (28/10).

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa mulai tahun 2026, pertukaran informasi keuangan antarnegara secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEOI) akan diperluas.

Langkah ini mencakup rekening produk uang elektronik (e-money) dan mata uang digital bank sentral (Central Bank Digital Currency/CBDC).

Perluasan AEOI ini merupakan bagian dari implementasi Amendments to the Common Reporting Standard (Amended CRS) yang ditetapkan oleh OECD.

Indonesia sendiri telah menandatangani Addendum to the CRS Multilateral Competent Authority Agreement (CRS MCAA) pada 19 November 2024, menandai komitmen untuk mengadopsi standar pelaporan keuangan global terbaru mulai 2026, dengan pertukaran data dilakukan pada 2027.

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto melalui PENG-3/PJ/2025 menjelaskan bahwa DJP tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai dasar hukum implementasi standar baru tersebut.

Dalam rancangan kebijakan ini, jenis rekening yang wajib dilaporkan tidak hanya rekening bank, tetapi juga produk uang elektronik tertentu dan mata uang digital bank sentral.

Skema Baru Bagi Hasil Pajak Karyawan ke Daerah

Pemerintah tengah menyiapkan perubahan mekanisme bagi hasil pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dipotong dari karyawan.

Pembagian penerimaan PPh ini direncanakan berbasis domisili tempat tinggal pekerja, bukan semata-mata lokasi perusahaan.

Baca Juga: Mendagri Kirim 1.054 Personil IPDN Ke Aceh Untuk Bantu Membersihkan Fasilitas Umum

Untuk diketahui, selama ini, pembagian hasil PPh 21 ke daerah masih mengacu pada lokasi pemotong pajak. Namun, ke depan, pemerintah berencana mendasarkan skema tersebut pada domisili karyawan.

Skema baru ini diharapkan lebih adil serta menjawab aspirasi anggota DPD yang menghendaki agar PPh 21 dibagihasilkan sesuai domisili karyawan.

Dengan demikian, daerah asal karyawan bisa merasakan langsung manfaat dari kontribusi pajak warganya.

Implementasi Penuh Pajak Minimum Global

Salah satu perubahan besar yang mulai terasa efeknya pada 2026 adalah implementasi penuh Pajak Minimum Global atau Global Minimum Tax sesuai kesepakatan OECD/G20 di bawah kerangka BEPS 2.0 Pillar Two.

Indonesia telah menerbitkan regulasi pelaksanaannnya sejak akhir 2024, namun komponen-komponan baru akan berjalan pada 2026.

Baca Juga: Berlaku di 2026, Bos Pajak Kembali Ingatkan Aktivasi Coretax!

Misalnya, pada tahun 2026, aturan Undertaxed Profits Rule (UTPR) akan mulai berlaku. Di tahun yang sama, DJP akan memulai program dan implementasi sistem IT serta menjalankan program pertukaran informasi dengan negara lain.

Semua Administrasi Pajak Full Coretax

DJP menegaskan bahwa seluruh kegiatan administrasi perpajakan akan sepenuhnya berbasis digital menggunakan Coretax pada 2026.

Dengan begitu, sistem pajak yang lama yakni DJP Online tidak akan digunakan lagi karena akan beralih ke Coretax. Untuk itu, DJP mendorong wajib pajak untuk segera melakukan aktivasi akunnya masing-masing.

Penerapan Pajak Marketplace

Pemerintah berencana untuk menunjukan sejumlah marketplace sebagai pemungut pajak bagi pedagang online. Bahkan, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.

Rencana awalnya, DJP akan mulai menunjukan marketplace sebagai pemungut pajak pada Februari 2026. Namun, Puraya memberikan arahan agar kebijakan ini bisa dijalan setelah pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6%.

Selanjutnya: Siang Ini, Rupiah Melemah ke Rp 16.783 per Dolar AS

Menarik Dibaca: Promo Superindo 29 Desember 2025-1 Januari 2026, Jagung Manis-Detergent Diskon 40%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×