Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Kedua, risiko individu atau badan usaha yang dengan sengaja memalsukan informasi untuk mengurangi pembayaran pajak, mendapatkan pengembalian pajak atau pembayaran serupa.
“Ketiga, risiko kecurangan internal oleh orang-orang yang berada di dalam administrasi, seperti staf, kontraktor, dan pihak tepercaya lainnya,” tulis OECD sebagaimana risetnya yang dipublikasikan pada 26 Mei 2020.
Untuk itu, OECD menyarankan otoritas pajak untuk menyiapkan langkah mitigasi dengan memastikan bahwa semua pembayaran elektronik dapat dilacak secara memadai, dengan pertimbangan khusus diberikan ke rekening bank baru.
Baca Juga: Indonesia memompa anggaran demi memacu harapan pertumbuhan saat new normal
Kemudian, otoritas pajak perlu membuat penilaian risiko baru yang ditimbulkan selama insentif pajak berlangsung guna mendukung pemeriksan.
Selanjutnya, berkomunikasi dengan bank tentang pentingnya verifikasi pemeriksaan dan penerapan aturan anti pencucian uang serta pelaporan transaksi yang mencurigakan.
”Komunikasi tentang hukuman, termasuk hukuman pidana, bagi wajib pajak yang melakukan deklarasi palsu,” tulis OECD sebagaimana risetnya yang dipublikasikan pada 26 Mei 2020.
Baca Juga: Core sebut alokasi dana penanganan Covid-19 masih belum cukup, ini alasannya
Sebagai catatan, jumlah penerima insentif perpajakan meningkat dari 440 Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sektor manufaktur dan wajib pajak (WP) Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) menjadi 1.062 KLU dan WP KITE serta WP Kawasan Berikat.
Hal tersebut sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang merupakan perubahan dari PMK 23/2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News