Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana mengambil alih lahan bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut.
Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tanah terlantar sekaligus menghindari konflik agraria.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan, banyak kasus tanah terbengkalai yang kemudian ditempati oleh pihak lain, sehingga menimbulkan konflik.
Baca Juga: Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Sebut Ada Potensi 73 Ha Lahan Buat Perumahan
“Lahan-lahan terlantar bisa memicu konflik agraria karena dibiarkan terlalu lama, lalu ada yang menduduki, dan akhirnya timbul sengketa,” ujar Hasan dalam konferensi pers di Kantor PCO, Rabu (16/7).
Hasan menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hal baru di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurutnya, dasar hukum mengenai pengambilalihan tanah terlantar sudah tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
“Jadi ini bukan kebijakan baru. Dasar hukumnya sudah ada,” tegas Hasan.
Ia juga menyampaikan bahwa langkah ini mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat.
Pasalnya, terdapat perusahaan yang mengelola lahan melebihi izin yang diberikan pemerintah.
“Contohnya, ada perusahaan diberi hak kelola 100 ribu hektare, tapi realisasinya sampai 150 ribu hektare. Itu jelas di luar izin dan harus dikembalikan ke negara,” jelas Hasan.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Usul Tambah Anggaran Rp 3,63 Triliun untuk Tahun 2026
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyampaikan bahwa tanah bersertifikat yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut akan dikategorikan sebagai tanah terlantar.
Hal ini ia sampaikan saat menghadiri acara Pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII Periode 2025–2030 di Jakarta, Minggu (13/7).
Menurut Nusron, pemerintah akan memberikan peringatan secara bertahap kepada pemilik lahan yang tidak mengelola tanahnya.
Tahapan dimulai dari pemberitahuan awal, lalu disusul surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga.
Jika dalam waktu total 587 hari tidak ada aktivitas ekonomi maupun pembangunan di atas lahan tersebut, maka tanah itu akan ditetapkan sebagai tanah terlantar dan dapat didistribusikan oleh pemerintah pusat sebagai bagian dari program reforma agraria.
Baca Juga: Struktur Badan Penerimaan Negara (BPN) Telah Disusun Prabowo, Ini Gambarannya
"Tanah yang ditetapkan sebagai objek land reform dapat didistribusikan kepada masyarakat yang tidak memiliki atau kekurangan lahan. Bisa juga diberikan kepada organisasi masyarakat seperti PB IKA-PMII, Nahdlatul Ulama (NU), hingga Muhammadiyah," ujar Nusron.
Selanjutnya: Penyebab dan Cara Mengatasi Upload Video TikTok Buram dan Berkualitas Rendah
Menarik Dibaca: Promo Bunga Kredit 2,3% di GIIAS 2025 dari ACC dan Toyota Astra Financial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News