Reporter: Indra Khairuman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dalam menanggapi kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat (AS), yang berpotensi berdampak terhadap produk-produk Indonesia. Keputusan untuk bernegosiasi dan berdiplomasi menjadi sorotan, dengan berbagai keuntungan dan kerugian yang harus dipertimbangkan.
Wijayanto Samirin, Ekonom Universitas Paramadina menjelaskan, salah satu keuntungan utama yang dapat diperoleh pemerintah adalah menghindari konflik yang lebih besar dengan AS. Mengingat posisi tawar Indonesia yang relatif lemah, pendekatan diplomatik dianggap lebih bijaksana dibandingkan melakukan retaliasi.
“Retaliasi bukanlah merupakan pilihan,” ujar Wijayanto kepada Kontan.co.id, Senin (7/4).
Baca Juga: Pemerintah Kaji Insentif Penurunan PPN dan PPh Impor, Negosiasi Kebijakan Tarif Trump
Ini menandakan bahwa negosiasi dapat menjadi jalur untuk mencapai kesepakatan yang lebih menguntungkan tanpa memperburuk hubungan bilateral yang telah ada.
Namun, ada juga kerugian yang tidak bisa diabaikan dari pendekatan ini. Kesempatan untuk mendapatkan kesepakatan yang adil dari AS terbilang berat, terutama dengan tujuan utama pemerintah AS uuntuk mengurangi defisit anggaran.
“Estimasi defisit AS tahun 2025 sebesar US$ 1,2 triliun dan target penghematan oleh DOGE yang dipimpin oleh Elon Musk sebesar US$ 0,5 triliun per-tahun,” katanya.
Ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi Indonesia semakin besar.
Dengan total impor AS mencapai US$ 4,1 triliun, tarif yang dikenakan pada produk Indonesia diperkirakan mencapai kisaran 20%-30%.
Pemerintah perlu segera untuk mengambil langkah-langkah yang jelas, seperti melakukan komunikasi dengan pihak AS untuk menyampaikan sikap yang positif.
“Substansi dan strategi negosiasi harus tepat,” ucap Wijayanto.
Ia menekankan pentingnya merumuskan pendekatan yang efektif.
Selain itu, melibatkan para pengusaha dalam proses perencanaan akan membantu memastikan bahwa rencana yang disusun sejalan dengan kebutuhan dan realitas di lapangan.
Di sisi lain, kekosongan posisi duta besar Indonesia untuk AS dapat memberikan dampak signifikan terhadap upaya diplomasi perdagangan. Karena duta besar berperan sebagai telinga dan mulut pemerintah kita, untuk mendengarkan strategis dan menjalin komunikasi awal.
Tanpa perwakilan yang kuat di AS, pemerintah mungkin akan kehilangan peluang untuk melakukan penjajakan yang diperlukan dalam negosiasi ini.
Baca Juga: Daftar 10 Barang Impor dari AS yang Akan Ditingkatkan Pemerintah
Salah satu solusi yang diusulkan untuk menurunkan tarif perdagangan Indonesia ke AS adalah melalui perundingan.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital dari Center of Economic and Law Studies (Celios), mengatakan bahwa, perundingan menjadi salah satu solusi untuk bisa menurunkan tarif perdagangan Indonesia ke AS.
Ia menekankan pentingnya bagi pemerintah untuk cerdas dalam menegosiasikan kebijakan yang menghambat produk-produk Indonesia di pasr AS. Ini menunjukkan bahwa pendekatan diplomatik yang diambil oleh pemerintah dapat membuka peluang untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik.
Huda juga menegaskan bahwa AS seringkali menerapkan non-tariff barriers terhadap produk-produk asing, termasuk yang berasal dari Indonesia. Pemerintah perlu berkoalisi dengan negara-negara lain untuk memperkuat posisi tawar dalam negosiasi.
“BRICS bisa menjadi salah satu pintu masuk, atau bilateral dengan negara yang mempunyai komoditas yang sama, seperti Malaysia untuk kasus CPO,” ucapnya kepada Kontan.co.id, Senin (7/4).
Menandakan bahwa kolaborasi internasional bisa menjadi strategi yang efektif untuk menghadapi tantangan tarif yang tinggi.
Baca Juga: Soal Tarif Impor AS, RI dan Negara di Asean Kompak Pilih Jalur Negosiasi dengan AS
Lebih lanjut, Huda juga mengingatkan pentingnya untuk mengkaji ulang beberapa kebijakan yang menghambat, seperti aturan mengenai devisa hasil ekspor yang bisa merugikan pihak AS.
“Aturan ini juga sejatinya merugikan pengusaha lokal kita karena ketersediaan dolar akan terbatas,” tambah Huda.
Kebijakan ini bisa menimbulkan tantangan bagi para pengusaha Indonesia, yang mungkin mengalami kesulitan dalam mengakses mata uang asing yang diperlukan untuk bertransaksi secara internasional.
Dengan melakukan perbaikan terhadap kebijakan ini, pemerintah dapat membuat lingkungan yang lebih mendukung bagi pelaku usaha domestik.
Selanjutnya: Robert Kiyosaki: Bersiaplah! Kehancuran Pasar Terbesar dalam Sejarah Segera Terjadi
Menarik Dibaca: Cek Gift Code Ojol The Game 7 April 2025 Terupdate Berikut Ini, yuk!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News