kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Musisi meminta agar RUU Permusikan tidak mengekang kreatifitas


Minggu, 03 Februari 2019 / 19:16 WIB
Musisi meminta agar RUU Permusikan tidak mengekang kreatifitas


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) permusikan tengah hangat dibicarakan oleh para pelaku dunia musik di Indonesia. Salah satu musisi Indonesia vokalis Dmasiv Rian memiliki pandangan mengenai rancangan undang-undang tersebut. Ia meminta agar beleid ini tidak mengekang kreatifitas mereka.

Rian Ekky Pradipta seorang musisi menilai, jika RUU Permusikan hendaknya hanya mengatur mengenai tata kelola bagaimana seorang musisi dihargai dengan karyanya dan industri musik itu sendiri. "Jadi setuju kalau Undang-Undang (UU) itu berpihak pada musisi, maksudnya tidak perlu ngurusin kreatifnya," tutur Rian Dmasiv saat dihubungi Kontan.co.id pada Minggu (3/1).

Dua pasal dalam RUU Permusikan yang menjadi perbincangan di antara para musisi dan pelaku dunia musik yaitu Pasal 5 dan Pasal 32. Pasal 5, diantaranya berisi pemusik dalam proses kreasi dilarang membawa pengaruh negatif budaya asing dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Sementara Pasal 32 menyebutkan, setiap pemusik yang diakui sebagai profesi menurut tolok ukur pemerintah, harus memiliki sertifikat uji kompetensi, termasuk pemusik yang bermusik secara otodidak.

Dua pasal tersebut dinilai Rian seakan 'membunuh' kebebasan berekspresi. Meski sebenarnya pasal yang lainnya bertujuan memajukan industri musik Indonesia. "Tapi ada beberapa pasal memang berpotensi untuk membunuh kebebasan berekspresi. Nah sebenernya mungkin kalaupun ada undang-undang pasal-pasal yang seperti itu harusnya ngga usah ada, contoh misalnya uji kompetensi karena 90% musik itu rasa skill itu sisanya," jelas Rian.

Jikalau ada undang-undang yang mengatur mengenai permusikan kembali dijelaskan Rian haruslah pada tata kelola dan industrinya. "Tata kelolanya sama di industri musiknya, bagaimana caranya bisa berpihak kepada musisi, karena kalau kita lihat kebelakang banyak musisi yang pada eranya besar tapi saat sakit harus menggalang dana," sambung Rian.

Duduk bersama membahas lebih lanjut mengenai apa saja yang akan ada di dalam RUU Permusikan disebut Rian sangatlah perlu. Dimana dilihat RUU permusikan haruslah berpihak kepada para musisi. "Jadi memang perlu kerjasama antara pemerintah, orang yang di parlemen, sama musisinya, untuk mencapai hasil yang istilahnya berpihak kepada musisi tanpa harus membunuh kebebasan berekspresi," jelas Rian.

Terkait hal tersebut rencananya para musisi akan mengadakan diskusi bersama besok pada Senin 4 Februari 2019.

Rian lebih lanjut menjelaskan, musik adalah salah satu hak asasi manusia untuk berkespresi, mengungkapkan pendapat. Musik akan menjadi berwarna dengan adanya lagu-lagu lain misalnya mengenai kritik sosial.

"Untuk contoh musik itu akan berwarna kalau ada lagu-lagu kayak kritik sosial, jadi ngga cuma lagu-lagu yang amanlah. Kalau menurutku perlu juga ada lagu-lagu seperti itu biar ada warna," terang Rian.

Mengenai pro dan kontra yang terjadi, Rian memandang sebagai hal yang biasa. Intinya tetap bagaimana jangan sampai berbelok dari tujuan awal untuk mensejahterakan para musisi.

"Intinya jangan belok dari tujuan yaitu bagaimana caranya musisi bisa dihargai di negeri ini karena bagaimanapun, misalnya kampanye, acara olahraga pakai musisi, dimana-mana pakai musik, jadi musik itu mungkin walaupun belum terlalu diperhatikan tapi pengaruhnya besar dalam kehidupan," kata Rian.

Secara keseluruhan Rian Dmasiv mengharapkan jika nantinya RUU Permusikan ada haruslah berpihak kepada musisi, dan lebih ke tata kelola serta industri musik, dengan tidak mengatur kebebasan berekspresi atau kreatif di dalamnya.

"Harapannya kalaupun ada UU, UU itu harus bener berpihak pada musisi, tidak ada lagi kontrak-kontrak yang memberatkan musisi. lebih ke itu, ke tata kelola, bukan ke ranah kreatifnya. Ke tata kelola dan industrinya, bagaimana industri ini bisa berpihak kepada musisi," ungkap pria kelahiran 32 tahun lalu tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×