Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Pertama, dari sisi fiskal pemerintah dinilai cukup prudent membuat langkah-langkah penyelamatan ekonomi. Salah satunya adalah kewenangan fiskal, pemerintah bisa mendesain struktur APBN sesuai kebutuhan, bahkan defisit melebihi 3% terhadap PDB selama 3 tahun ke depan.
Pemerintah secara cepat membuat aturan turunan dalam bentuk PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan optimalisasi kewenangan fiskal dengan struktur defisit APBN sebesar 6,27% terhadap PDB.
“Ruang fleksibilitas fiskal ini turut memberikan kontribusi positif terhadap confident level market. Tentunya, untuk kesehatan fiskal di masa mendatang, pemerintah tetap harus mengedepankan fiskal prudent,” ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (1/6).
Baca Juga: Menimbang Pendatang Baru MSCI Small Cap Index, Ini Saham yang Dinilai Menarik
Kedua, indikator kondisi moneter dan ekonomi yang cukup kuat secara fundamental. Suku bunga komersial rata-rata yang berlaku di Indonesia kisaran 11%-14%.
Dari sisi perbankan, masih terlihat bahwa Biaya Oprasional Pendapatan Operational (BOPO) perbankan masih belum efisien. Sedangkan dari sisi dunia usaha, masih terdapat potensi keuntungan ekonomi yang tinggi, karena masih bisa menopang tingkat suku bunga yang tinggi.
Ketiga, faktor demografi dengan penduduk mencapai lebih dari 270 juta orang yang memperkuat permintaan dalam negeri. “Bahkan dengan tingkat dependency ratio yang kecil, maka demografi kita mengalami bonus, lebih banyak usia produktif dibandingkan yang tidak produktif,” ujar Ajib.
Menurut Ajib, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di level 2%-3% pada akhir 2020. Catatannya, pemerintah bisa mengoptimalkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, serta mengeksploitasi keunggulan komparatif di bonus demografi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News