Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Morgan Stanley meramal ekonomi Indonesia bakal pulih dari dampak pamdemi virus corona 2019 atau Covid-19 pada kurun waktu semester II-2020. Pemulihan ekonomi dalam negeri ini masuk jajar kelompok kedua paling cepat setelah ekonomi China bangkit.
Morgan Stanly dalam riset terbarunya mengenai ekonomi Asia yang berjudul Tracking Covid-19 and Real Time Indicators mengungkapkan, China adalah negara pertama yang bakal keluar dari krisis ekonomi karena pandemi.
Pada kuartal III-2020, Produk Domestik Bruto (PDB) negeri Tirai Bambu diprediksi kembali ke posisi PDB sebelum terjadinya Covid-19.
Baca Juga: Morgan Stanley: Indonesia negara dengan jumlah pembatalan penerbangan terbanyak
Setelah, ekonomi China pulih di kuartal III-2020, pemulihan ekonomi selanjutnya akan disusul oleh Indonesia yang utamanya disokong oleh demand domestik yang terus menguat.
Hanya saja, pemulihan ekonomi Indonesia di semester II-2020 akan tergantung dari laporan harian penanganan Covid-19 di kuartal II-2020. Adapun Morgan Stanley memasukan Indonesia pada jajaran kelompok kedua bersama dengan Filipina dan India.
“Kami berharap mereka (kelompok kedua) ekonominya akan kembali ke level pra-Covid-19 berikutnya setelah China. Risikonya adalah jika Covid-19 memuncak pada kuartal II-2020, mereka akan berada di belakang kelompok ketiga pada waktu pemulihan,” sebagaimana riset Morgan Stanley, Rabu (20/5).
Selanjutnya kelompok ketiga yakni Korea dan Taiwan yang dinilai efektif dalam penanganan Covid-19. Namun kedua negara yang berorientasi ekspor itu akan jauh terpengauh oleh resesi global secara umum yang berlangsung pada April-Juni 2020.
Kelompok keempat yakni Thailand, Malaysia, Hong Kong dan Singapura. Morgan Stanley memprediksi ekonomi ketiga negara ini kemungkinan akan bulih pada kuartal I-2020. Yang jelas, tantangan negara-negara lintas perdagangan internasional itu membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, dibanding kelompok 1-3.
Baca Juga: Ekspor Korea Selatan anjlok 20,3% di bulan Mei, pengiriman semikonduktor melesat
Morgan Stanley juga menyebut selain pentingnya indikator penanganan kesehatan untuk penanggulangan Covid-19, stabilitas ekonomi baik dari sisi supply-demand pun perlu diperhalihan pun baik bagi kebijakan fiskal maupun moneter.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani menilai ada tiga hal yang membuat hasil riset Morgan Stanley ini masuk akal menaruh Indonesia pada kelompok kedua.
Pertama, dari sisi fiskal pemerintah dinilai cukup prudent membuat langkah-langkah penyelamatan ekonomi. Salah satunya adalah kewenangan fiskal, pemerintah bisa mendesain struktur APBN sesuai kebutuhan, bahkan defisit melebihi 3% terhadap PDB selama 3 tahun ke depan.
Pemerintah secara cepat membuat aturan turunan dalam bentuk PP Nomor 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan optimalisasi kewenangan fiskal dengan struktur defisit APBN sebesar 6,27% terhadap PDB.
“Ruang fleksibilitas fiskal ini turut memberikan kontribusi positif terhadap confident level market. Tentunya, untuk kesehatan fiskal di masa mendatang, pemerintah tetap harus mengedepankan fiskal prudent,” ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Senin (1/6).
Baca Juga: Menimbang Pendatang Baru MSCI Small Cap Index, Ini Saham yang Dinilai Menarik
Kedua, indikator kondisi moneter dan ekonomi yang cukup kuat secara fundamental. Suku bunga komersial rata-rata yang berlaku di Indonesia kisaran 11%-14%.
Dari sisi perbankan, masih terlihat bahwa Biaya Oprasional Pendapatan Operational (BOPO) perbankan masih belum efisien. Sedangkan dari sisi dunia usaha, masih terdapat potensi keuntungan ekonomi yang tinggi, karena masih bisa menopang tingkat suku bunga yang tinggi.
Ketiga, faktor demografi dengan penduduk mencapai lebih dari 270 juta orang yang memperkuat permintaan dalam negeri. “Bahkan dengan tingkat dependency ratio yang kecil, maka demografi kita mengalami bonus, lebih banyak usia produktif dibandingkan yang tidak produktif,” ujar Ajib.
Menurut Ajib, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di level 2%-3% pada akhir 2020. Catatannya, pemerintah bisa mengoptimalkan kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, serta mengeksploitasi keunggulan komparatif di bonus demografi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News