Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Para kreditur PT Modern Sevel Indonesia (MSI) yang tergabung dalam Perhimpunan Kreditur 7-Eleven meminta transparansi atas proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang saat ini tengah bergulir.
Permintaan para kreditur itu muncul karena ada dugaan adanya pengalihan aset yang dilakukan pemegang lisensi sevel di Indonesia tersebut ke pihak lain. Kuasa hukum Perhimpunan Kreditur 7-Eleven David ML Tobing mengatakan, pihaknya telah menemukan beberapa gerai 7-Eleven yang berganti nama menjadi Pojok Halal.
Salah satunya yakni gerai yang terletak di daerah Sunter, Jakarta Utara. David pun menduga, pengalihan tersebut sudah terjadi sebelum Modern Sevel diputus dalam keadaan PKPU. "Hal-hal seperti ini yang perlu dijelaskan oleh debitur apakah memang ada pengalihan aset tersebut," ungkapnya, Senin (25/9).
Apalagi, menurut David, saat ini stok barang dari para kreditur yang mayoritas merupakan pemasok barang dagangan Sevel masih ditahan debitur. "Kalau memang seperti ini ada itikad tidak baik dari debitur dan ada unsur tindak pidana," tambahnya.
Sebab menurutnya, dugaan pengalihan aset ini berpotensi merugikan kreditur pemasok bila Modern Sevel diputuskan pailit. Dus, David meminta penambahan pengurus PKPU guna adanya asas keadilan, dan ada pengawasan langsung terhadap direksi Modern Sevel. Saat ini David mewakili 41 kreditur pemasok Modern Sevel dengan total tagihan mencapai Rp 103 miliar.
Namun, kuasa hukum Modern Sevel, Hotman Paris Hutapea, mengatakan, gerai Sevel yang berganti menjadi Pojok Halal bukan gerai milik 7-Eleven, melainkan hanya gerai sewa dari pihak ketiga. "Sehingga, siapapun pemilik tempat berhak untuk mengganti gerai menjadi apa saja selain Sevel," ungkapnya.
Hotman mengklaim tidak ada pengalihan aset tersebut. "Kalaupun ada pengalihan aset, itu sah-sah saja dilakukan sebelum PKPU," ujarnya.
Seperti diketahui PT MSI masuk dalam PKPU karena dimohonkan oleh PT Soejach Bali dan PT Kurnia Mitra Duta Sentosa. Dua perusahaan itu memiliki tagihan utang masing-masing sejumlah Rp 1,8 miliar dan Rp 200 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News