Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Sebelumnya, Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menyebut penyebaran hoaks sebenarnya relatif minim terjadi jika pemerintah dan DPR terbuka soal isi UU Cipta Kerja yang sudah final.
Selama ini, publik sendiri tak bisa mengakses atau membuka isi dari isi UU Cipta Kerja yang sudah disahkan DPR. Kondisi ini menimbulkan banyak penafsiran masyarakat yang berbeda-beda atas draf RUU Cipta Kerja yang sudah beredar luas.
Baca Juga: Draf UU Cipta Kerja berubah lagi, KSBSI: Belum sesuai tuntutan buruh
"Sekarang pertanyaannya, kalau itu hoaks, tolong sesegera mungkin disampaikan secara resmi, mana draf final UU Cipta Kerja yang resmi disampaikan oleh DPR?" tegas Enny dalam keterangannya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga tidak banyak menyosialisasikan isi dari UU Cipta Kerja di masyarakat. Terlebih, pembahasan hingga pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja di DPR juga terkesan kejar tayang. Bahkan Presiden Jokowi sendiri baru buka suara soal UU Cipta Kerja sehari setelah demo besar-besaran di berbagai daerah.
Beberapa poin penjelasan dari Presiden Jokowi juga masih dianggap simpang siur. Sebut soal skema cuti hingga aturan PHK di regulasi terbaru. "Yang jadi paradoks adalah kalau tujuannya semulia itu, mengapa pembahasannya seolah sembunyi-sembunyi, gerabak-gerubuk?" kata Enny.
Baca Juga: DPR sebut tidak ada pasal selundupan setelah RUU Cipta Kerja disahkan
Lebih lanjut, kata Enny, omnibus law UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk mendukung iklim usaha juga bisa berpotensi mengeruk sumber daya. Kata dia, Kementerian/lembaga (K/L) yang memberikan kemudahan izin, tetapi disandingkan dengan kepentingan oligarki, akan memberikan permasalahan bagi masyarakat.