kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minuman soda kena cukai setoran pajak bisa blunder


Selasa, 05 Februari 2013 / 07:55 WIB
Minuman soda kena cukai setoran pajak bisa blunder
ILUSTRASI. Cara mudah download video, IGTV, dan Reels Instagram tanpa aplikasi. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Agus Triyono, Herlina KD | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Pemerintah harus lebih cermat menghitung rencana pengenaan cukai terhadap produk minuman berkarbonasi dan berpemanis. Sebab, kebijakan ini berpotensi menggerus penerimaan negara dari sektor pajak.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) menunjukkan, jika kebijakan ini dilaksanakan, penerimaan negara dari sektor pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) berpotensi tergerus hingga Rp 783,4 miliar sepanjang tahun.

Hitungannya begini. LPEM UI memprediksi konsumsi minuman bersoda per tahun yang saat ini mencapai 790,4 juta kiloliter. Dengan asumsi pemerintah mengenakan cukai sebesar Rp 3.000 per liter, akan terjadi penurunan konsumsi minuman ini hingga 64,9%, sehingga total konsumsi hanya mencapai 512, 9 juta kiloliter per tahun.

Eugenia Mardanugraha, Ketua Tim Peneliti LPEM UI menyebutkan, penurunan konsumsi minuman berkarbonasi yang berpemanis ini tentu akan menyebabkan pajak pertambahan nilai (PPN) ikut merosot. Dalam hitungan LPEM, penerimaan negara dari PPN produk ini akan turun sekitar Rp 562,7 miliar.

Sementara, penerimaan dari pajak penghasilan juga turun sebesar Rp 736,1 miliar. Itu belum ditambah dengan ongkos pungutan cukai sebesar Rp 74,7 miliar. Alhasil, total penerimaan negara yang berkurang mencapai Rp 1,37 triliun. "Memang, pada saat yang bersamaan pemerintah akan mendapatkan tambahan penerimaan Rp 590 miliar dari cukai minuman bersoda. Tapi, potensi penerimaan itu jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi kehilangan," kata Eugenia, Senin (4/2).

Tidak satu tarif
Karena itu, LPEM yang mengklaim penelitian yang mereka lakukan murni independen ini menyarankan pemerintah menghitung ulang dampak yang ditimbulkan dari rencana pengenaan cukai minuman karbonasi berpemanis ini. Termasuk, besaran tarif yang sesuai agar tidak berdampak buruk bagi industri dan penerimaan negara.

Menanggapi ini, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro menyatakan pemerintah sangat berhati-hati dalam menetapkan kebijakan. Saat ini, Kementerian Keuangan juga masih menunggu hasil rekomendasi dari Kementerian Kesehatan soal dampak negatif produk minuman bersoda.

Bambang menegaskan, hingga saat ini, pemerintah belum menetapkan berapa besar tarif cukai minuman ini. Yang jelas, pengenaan cukai tidak akan satu tarif, tapi berdasarkan layer seperti halnya cukai produk tembakau.
Sebelumnya, pemerintah telah memiliki kajian lima tarif cukai, mulai Rp 1.000 per liter hingga Rp 5.000 per liter. (lihat infografis). Potensi penerimaan negara mulai Rp 790 miliar hingga mencapai Rp 3,95 triliun.

Asosiasi industri minuman ringan (ASRIM) juga menolak rencana pengenaan cukai ini. Sebab, berdasarkan hitungan ASRIM, konsumsi minuman berkarbonasi dengan pemanis masih sangat kecil jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Jadi, kita tunggu apakah pemerintah tetap mengenakan cukai minuman ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×