Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan negara mengalami tekanan hingga Agustus 2019. Selain penerimaan perpajakan yang tumbuh mini, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga ikut ketar-ketir.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, capaian PNBP hingga akhir Agustus sebesar Rp 268,2 triliun atau mengalami kontraksi 11,6% dibandingkan periode sama tahun lalu dimana pertumbuhan PNBP mencapai 24,3% year-on-year (yoy).
Baca Juga: Penerimaan cukai hasil tembakau Januari-Agustus mengepul hingga Rp 88,97 triliun
Realisasi PNBP sampai dengan Agustus baru memenuhi 70.9% dari target yaitu Rp 378,3 triliun. Padahal, Kementerian Keuangan sebelumnya menetapkan outlook PNBP mencapai 102,1% dari target atau sebesar Rp 386,33 triliun pada akhir tahun.
Tahun lalu, PNBP mengalami windfall besar hingga mencapai 147,8% dari target atau Rp 407,1 triliun, pertumbuhan tertinggi sejak 2009.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut, tekanan pada PNBP tahun ini disebabkan oleh tren harga komoditas global yang melemah, serta lesunya pertumbuhan ekonomi dunia.
“Yang masih positif adalah PNBP KND (Kekayaan Negara Dipisahkan) yang utamanya berasal dari penerimaan Bank Indonesia. Penerimaan BLU kita juga tumbuh negatif, artinya kemampuan mengumpulkan penerimaan lebih rendah,” tutur Menkeu kemarin, Selasa (24/9).
Baca Juga: Defisit berpotensi melebar di atas 1,93% PDB, apakah APBN 2019 masih aman?
Kendati begitu, Direktur PNBP Kemenkeu Wawan Sunarjo masih optimistis outlook PNBP masih dapat tercapai. Pasalnya, setoran sisa surplus BI pada Mei sebesar Rp 30,09 triliun dan realisasi pendapatan dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sampai Agustus yang mencapai Rp42,39 triliun.
Ini menyumbang realisasi pendapatan dari KND secara total Rp 72,48 triliun atau 159% dari target APBN 2019. Penerimaan dari KND naik 82,3% yoy.
“Selain itu kita tetap punya upaya penagihan piutang. Kita harapkan penagihan piutang dan pelayanan kementerian dan lembaga (K/L) juga meningkat supaya makin mendorong penerimaan,” tutur Wawan saat ditemui, Rabu (25/9).
Di sisi lain, Wawan juga tak memungkiri beratnya tantangan PNBP tahun ini. Tanpa adanya surplus BI dan peningkatan setoran dividen, ia mengakui target PNBP kemungkinan besar tak akan tercapai tahun ini.
Sebab, lanjut Wawan, realisasi harga komoditas seperti minyak (ICP) dan batubara (HBA) sejauh ini masih di bawah asumsi. Rata-rata ICP Januari-Agustus 2019 hanya US$ 61,87 per barel, turun 7,3% yoy yang mencapai US$ 66,36.
Baca Juga: Defisit APBN berpotensi melebar di atas 1,93% PDB
Begitu juga dengan HBA yang selama Januari-Agustus hanya sebesar US$ 83,95 per ton, lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang mencapai US$ 98,93 per ton.
Wawan berharap, harga kedua komoditas itu tidak semakin merosot di sisa tahun ini. “Kalau ICP dan HBA makin turun lagi, kita harus siap-siap PNBP shortfall sedikit, tapi tetap tidak sebesar pajak shortfall-nya,” tutur Wawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News