kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Defisit APBN berpotensi melebar di atas 1,93% PDB


Selasa, 24 September 2019 / 22:15 WIB
Defisit APBN berpotensi melebar di atas 1,93% PDB
ILUSTRASI. RAPAT KERJA PENGESAHAN TINGKAT PERTAMA RAPBN 2020


Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak masih mengalami tekanan besar hingga Agustus lalu. Kementerian Keuangan, Selasa (24/9) mencatat, penerimaan pajak hanya Rp 801,16 triliun atau tumbuh 0,21% year-on-year (yoy)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, tantangan penerimaan pajak di semester kedua akan makin berat. Pasalnya, sentimen perlambatan ekonomi global turut menekan aktivitas ekonomi domestik sehingga setoran pajak ikut menurun, terutama dari wajib pajak perusahaan. 

“Tekanan ekonomi mulai berdampak pada kegiatan usaha di dalam negeri. Bulan Juli dan Agustus penerimaan pajak memang lebih menurun dibandingkan kondisi Januari sampai Juni lalu,” tutur Menkeu saat melaporkan kinerja APBN 2019. 

Baca Juga: Harga komoditas anjlok, penerimaan SDA non-migas Janusri-Agustus 2019 tergelincir

Oleh karena itu, Sri Mulyani tak menampik kemungkinan shortfall penerimaan pajak akan lebih besar dari outlook pemerintah sebelumnya yaitu Rp 140,03 triliun. Lantas, hal itu akan berdampak pada defisit anggaran yang semakin lebar di pengujung tahun nanti.

“Kalau proyeksinya akan mengalami tambahan shortfall dari outlook kami sebelumnya, tentu konsekuensinya defisit akan lebih besar dari 1,93% PDB (outlook),” lanjut dia. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara menambahkan, kondisi ini tak terhindarkan akibat melemahnya permintaan barang dari luar negeri kepada Indonesia akibat perlambatan ekonomi global. Lantas, kinerja ekspor tertekan sehingga aktivitas perusahaan juga melesu. 

Baca Juga: Realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) belum moncer

“Ada ripple effect, dampak yang sifatnya lanjutan sehingga mulai terasa step by step sentimen global ini memengaruhi perekonomian kita,” tutur Suahasil. 

Di tengah tertekannya situasi ekonomi, Sri Mulyani memastikan pemerintah tetap menjadikan APBN sebagai instrumen penyangga untuk mengantisipasi pelemahan yang lebih dalam. Meski defisit berpotensi lebih lebar dari outlook, ia menyatakan belanja pemerintah tidak akan ditekan. 

“Terutama belanja yang produktif. Meski tinggal 3,5 bulan lagi, kementerian dan lembaga akan tetap fokus membelanjakan sesuai dengan program-programnya agar bisa mendukung perekonomian,” tutur dia. 

Baca Juga: Penerimaan pajak lesu, pemerintah waspadai perlambatan ekonomi yang makin nyata

Kemenkeu mencatat, realisasi belanja modal kementerian dan lembaga baru mencapai 33,3% dari pagunya atau Rp 63 triliun sampai akhir Agustus. Outlook pemerintah, belanja modal bisa mencapai Rp 173,35 triliun atau 91,6% dari pagu yang dianggarkan dalam APBN 2019.

Adapun, dari sisi pembiayaan, Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Luky Alfirman belum memastikan akan menambah pembiayaan utang. Menurutnya, pembiayaan anggaran tahun ini masih sesuai dengan perencanaan (on-track). 

“Kita juga sudah frontloading sehingga mudah-mudahan tidak akan terganggu. (APBN) masih dalam kondisi yang aman,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×