CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Menunggu RUU Reformasi Perpajakan rampung, pengusaha desak pemerintah terbitkan PMK


Kamis, 12 September 2019 / 19:02 WIB
Menunggu RUU Reformasi Perpajakan rampung, pengusaha desak pemerintah terbitkan PMK
ILUSTRASI. Menunggu RUU Reformasi Perpajakan rampung, pengusaha desak pemerintah terbitkan PMK


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian bisa diundangkan pada tahun 2021.

Ketua Badan Otonom Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center, Ajib Hamdani, menyarankan agar pemerintah mengeluar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) hingga Peraturan Presiden (PP) sembari menunggu RUU tersebut diundangkan.

Baca Juga: Sambil menanti RUU Reformasi Perpajakan rampung, ini saran ke pemerintah

Menurutnya, untuk menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) Badan butuh prosedur yang alot. Sebab, upaya itu harus melalui Undang-Undang (UU). Apalagi pemerintah juga belum menyelesaikan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ia bilang, jika pemerintah berdiam diri menunggu RUU perpajakan rampung, maka dunia usaha bisa nelangsa. “Tahun 2021 terlalu lama, bisa molor lebih dari itu. Pengusaha membutuhkan insentif fiskal yang lebih cepat,” kata Ajib kepada Kontan.co.id, Kamis (12/9). 

Ajib menjelaskan, pemerintah perlu mengupayakan membentuk PMK perpajakan untuk PPh final. Dia berharap, bila memungkinkan PPh final langsung dibuatkan PP dengan harapan lebih cepat diterbitkan, karena tidak perlu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Diperlukan ruang regulasi di bawah UU, bisa saja memberikan insentif untuk PPh properti atau PPh deviden,” ungkap Ajib. 

Di sisi lain, Ajib tidak memungkiri untuk membuat insentif jangka pendek baik dalam bentuk PMK maupun PP memiliki risiko. Sehingga, penerimaan negara berpotensi shortfall jangka pendek karena penerimaan pajak berkurang.

Baca Juga: Ini lima keluhan yang sering disampaikan investor berdasarkan catatan BKPM

Kemudian tax rasio bisa anjlok, dan pada akhirnya tinggal dua pilihan yakni tambah utang atau potong belanja negara.

Setidaknya, Ajib mengatakan, insentif penurunan PPh dividen bisa menjadi jawaban cepat. Jika semakin rendah maka uang uang yang beredar di masyarakat akan lebih banyak. “Insentif yang paling pas, PPh dividen dihilangkan dalam waktu dekat,” kata Ajib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×