Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID. - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang ketentuan Perpajakan Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Namun, PMK tersebut masih dinilai memunculkan dua perspektif yang ambivalen atau bertolak belakang.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono menilai kebijakan pajak terkait implementasi Core Tax Administration System (CTAS) di PMK 81/2024 memunculkan dua perspektif yang ambivalen atau bertolak belakang.
Di satu sisi, PMK 81/2024 diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak. Pada gilirannya, penerimaan pajak akan meningkat. Selain itu, pengaturan administrasi pajak di PMK 81/2024 menyatukan 42 PMK yang berbeda-beda sehingga wajib Pajak cukup membaca satu PMK untuk memahami rincian pengaturan CTAS.
"Jadi, untuk hal tersebut, PMK 81/2024 sudah sesuai dengan kebutuhan pada saat ini," ungkap Prianto kepada Kontan, Rabu (6/11).
Baca Juga: Core Tax System Dirilis 1 Januari 2025, Begini Cara DJP Antisipasi Penipuan Pajak
Meski begitu di sisi lain, PMK 81/2024 memberikan kompleksitas tersendiri karena bentuknya adalah omnibus law. Selain itu, PMK 81/2024 berisi 484 pasal dan 642 halaman. Ada 342 lembar tentang batang tubuh. Selain itu, ada 300 lembar tentang lampiran contoh dokumen yang digunakan setelah CTAS diimplementasikan.
Wajib pajak dan petugas pajak juga harus memutakhirkan pemahaman mereka selama ini dengan pengaturan baru sesuai PMK 81/2024. Pemutakhiran pengetahuan tersebut pastinya akan dapat menguras energi dan waktu.
Menurut Prianto permasalahan kompleksitas aturan di atas membuat tujuan penerbitan PMK 81/2024 bias karena tidak dapat memberikan kepastian hukum.
Baca Juga: Menjelang Core Tax System Bergulir, Pemerintah Perlu Mencegah Penipuan Terkait Pajak
"Untuk hal ini, PMK 81/2024 belum sesuai dengan asas kesederhanaan (simplicity)," ujarnya.
Prianto menambahkan, kedudukan PMK 81/2024 di dalam hierarki peraturan perundang-undangan merupakan aturan teknis administratif. Hierarki tersebut diatur UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). PMK 81/2024 tidak boleh bertentangan dengan aturan perpajakan yang lebih tinggi, yaitu undang-undang pajak dan peraturan pemerintah.
Pengaturan di PMK 81/2024 tidak boleh melebihi kewenangannya sehingga bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi (undang-undang dan peraturan pemerintah). Asas hukum yang terkait adalah lex superior derogat legi inferior. Asas hukum tersebut tertuang di Pasal 7 dan Pasal 8 UU P3.
Selain itu, Prianto juga menilai pengaturan di PMK 81/2024 juga tidak boleh mengurangi hak-hak wajib pajak yang telah diatur di undang-undang.
"Jika ada pertentangan secara hierarkis, Wajib Pajak dapat mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung (MA) sehingga MA dapat membatalksan PMK 81/2024," jelasnya.
Selanjutnya: Serangan Siber Ancam Industri Kendaraan Listrik, Targetkan Stasiun Pengisi Daya
Menarik Dibaca: Hujan Petir Terjadi di Daerah Ini, Simak Ramalan Cuaca Besok (7/11) di Jawa Barat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News