kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengupas tantangan penerimaan pajak tahun 2020


Minggu, 18 Agustus 2019 / 22:42 WIB
Mengupas tantangan penerimaan pajak tahun 2020
ILUSTRASI. Ilustrasi Pajak PPH


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan pada dasarnya PPN mengikuti harga jual barang. Sementara pasar saat ini cenderung dinamis melihat sentimen global dan domestik.

Hariyadi memahami untuk meningkatkan PPN bukan perkara yang mudah. Paling memungkinkan guna menggenjot PPN yakni dengan cara menambahkan volume penjualan yang dengan otomatis bakal meningkatkan PPN.

Untuk itu, sektor yang paling bisa berkontribusi banyak kata Hariyadi adalah makanan-minuman (mamin). Dia mengimbau untuk dapat menggenjot mamin butuh sinergi dari pemerintah agar konsumsi di sana tetap terjaga di tahun 2020.

“Yang menghawatirkan adalah sektor properti justru karena insentif pemerintah aneh-aneh sehingga pajak properti akan turun,” kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Minggu (18/8).

Baca Juga: Pemerintah menganggarkan dana Rp 7,5 triliun untuk KIP Kuliah di RAPBN 2020

Di sisi lain, Pengamat Perpajakan DDTC Bawono Kristiaji menilai bila melihat target penerimaan tahun depan yang tumbuh lebih dari 13% agaknya masih cukup tinggi mengingat tahun ini risiko shortfall bisa lebih besar dari outlook pemerintah.

Bawono menambahkan apalagi tax buoyancy yang kembali melemah seperti hanya mampu mendongkrak pertumbuhan penerimaan secara nominal di 2020 di kisaran 6,5% hingga 9,5%.

“Walau demikian, target penerimaan itu masih bisa tercapai selama sejak awal tahun pemerintah bisa konsisten menerapkan rencana kebijakan pajak yang tercantum dalam RAPBN,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Minggu (18/8).

Baca Juga: Kemenhub fokus kembangkan infrastruktur dan SDM transportasi

Selain itu, Bawono mengatakan diperlukan ekstensifikasi pajak, memperketat ketentuan anti penghindaran pajak, komitmen reformasi pajak, meninjau ulang pajak final, evaluasi tax expenditure, dan lain sebagainya.

“Penting juga untuk menggarisbawahi perlunya memberikan insentif yg bukan melulu mengacu pada keringanan pajak dan tarif namun juga fokus pada upaya memberikan kepastian bagi wajib pajak,” kata Bawono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×