Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, salah satu prioritas pemerintah dalam rangka memperbaiki neraca perdagangan dan mengurangi defisit transaksi berjalan ialah dengan menggenjot ekspor. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyusun strategi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk memastikan perbaikan kinerja ekspor.
Sepanjang 2018, neraca perdagangan Indonesia mencetak rekor defisit terdalam senilai US$ 8,57 miliar. Bagaimana tidak, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Desember 2018 mencapai US$ 180,06 miliar atau meningkat 6,65% secara tahunan (yoy). Namun, di saat yang sama, laju pertumbuhan impor melesat lebih tinggi hingga 20,15% yoy dengan nilai mencapai US$ 188,63 miliar.
Pemerintah memprediksi defisit neraca perdagangan masih mungkin berlanjut pada tahun 2019. Untuk itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, diperlukan instrumen kebijakan yang akan memberi dampak segera terhadap perbaikan kinerja neraca perdagangan sekaligus meningkatkan daya saing ekspor.
Dalam Outlook Ekonomi 2019: Tingkatkan Daya Saing Untuk Mendorong Ekspor yang digelar Kemenko Perekonomian pada 8 Januari lalu, Darmin memaparkan setidaknya ada lima kebijakan pemerintah yang dirumuskan untuk mendorong ekspor dalam jangka pendek.
"Tiga di antaranya sudah dilakukan dan sedang berjalan, yaitu perbaikan iklim usaha melalui Online Single Submission (OSS), fasilitas insentif perpajakan, dan pemgembangan program vokasi," ujar Darmin kala itu.
Lantas, dua langkah kebijakan lainnya itulah yang menjadi pekerjaan rumah Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sepanjang tahun ini. Pertama, menyusun prosedur mengurangi biaya ekspor dan kedua, memilih komoditas ekspor unggulan (picking the winner).
Soal pemilihan komoditas ekspor unggulan, tahun lalu Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sejatinya telah merumuskan pilihan kelompok industri yang diharapkan dapat mendorong ekspor nasional. Pertama, kelompok industri prioritas pada Revolusi Industri 4.0 terdiri dari industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, elektronik, otomotif, dan kimia.
Selanjutnya, kelompok industri lainnya yang berpotensi mendorong ekspor antara lain, industri perikanan (segar dan olahan), permesinan umum, furnitur, produk kayu dan kertas, peralatan kesehatan, dan industri sepeda.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, kepada Kontan.co.id mengatakan, pemilihan sektor unggulan ini akan diteruskan dengan memperkuat struktur industri masing-masing sektor yang berorientasi ekspor tersebut. "Penguatan struktur industri inilah yang masuk dalam kebijakan jangka menengah panjang pemerintah," ujarnya.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah fokus menuntaskan satu tugas yakni penyederhanaan prosedur ekspor untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi. Inilah yang menjadi bahasan dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Ekspor pada Kamis (24/1) malam di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian.
Darmin mengatakan, pemerintah berfokus memformulasikan kebijakan peningkatan ekspor untuk kurun waktu sangat segera dengan memperbaiki sisi prosedural ekspor. Dua kebijakan yang ditempuh dalam rangka itu ialah mengurangi komoditi yang wajib menyertakan laporan surveyor (LS) dan mengurangi komoditi yang masuk dalam larangan terbatas (Lartas) ekspor.
"Ada hal-hal yang diwajibkan ke eksportir, yang sebenarnya tidak diperlukan di negara-negara tujuan. Contohnya, laporan surveyor itu, yang dikenakan pada banyak komoditi ekspor walaupun di negara tujuannya tidak pernah diminta," tutur Darmin saat ditemui usai memimpin rapat, Kamis (24/1).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga mengatakan selama ini ada kecenderungan duplikasi dalam pembuatan LS. Eksportir mesti mengurus LS di lembaga surveyor (PT Sucofindo), Ditjen Bea dan Cukai, belum lagi di negara tujuan yang mewajibkan.
"LS buat apa diperiksa bolak-balik. Pokoknya kita bikin kemudahan. Semua yang bisa disederhanakan kita sederhanakan," tukas Enggar, Kamis (24/1).
Enggar menyatakan akan segera berkoordinasi untuk mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait LS dan merampungkannya dalam kurun waktu seminggu ke depan.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan, menambahkan, setidaknya ada tujuh komoditas yang tengah dikaji untuk simplifikasi LS, di antaranya komoditas kayu, intan kasar, timah, batubara, minyak sawit mentah (CPO). "Ini belum keputusan final, jadi saya hanya bisa sebutkan di antaranya itu," imbuhnya.
Terkait larangan terbatas (Lartas), Oke menjelaskan pemerintah juga akan kembali meninjau pengurangan komoditas yang masuk dalam daftar Lartas ekspor. Namun, ia enggan menyebutkan produk ekspor apa saja yang bakal keluar dari daftar Lartas tersebut.
Untuk meningkatkan efisiensi sektor logistik, pemerintah juga berencana mengoptimalkan enforcement sistem Delivery Order (DO) secara online untuk meningkatkan kualitas arus barang dan menekan dwelling time.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan, sektor otomotif menjadi prioritas yang akan memperoleh kemudahan prosedural layanan ekspor dan perbaikan proses bisnis, mengingat nilai ekspornya yang besar.
Secara sederhana ia menjelaskan, nantinya ekspor kendaraan bermotor tak perlu lagi menunggu kelengkapan dokumen untuk masuk ke pelabuhan. Sebab, selama ini cara tersebut menyebabkan penimbunan pada inventori serta menimbulkan biaya tambahan untuk pengiriman produk secara rombongan saat sudah diizinkan masuk pelabuhan.
Melalui simplifikasi, eksportir bakal diizinkan memasukkan barangnya terlebih dahulu ke pelabuhan. Kelengkapan pemberitahuan ekspor boleh disampaikan sesaat sebelum produk naik ke kapal untuk dikirimkan. Heru menyebut, kebijakan ini akan berdampak positif pada tiga aspek yakni sisi inventori eksportir, transportasi produk ekspor, dan administrasi ekspor.
“Hal ini dapat mengurangi antrean barang dan mampu mengurangi kemacetan di pelabuhan. Mengenai besaran cost dan waktu yang berkurang, nanti akan kami munculkan dengan angka-angka setelah rapat lanjutan. Usulan ini sudah mendapat respon positif dari para stakeholder,” kata dia, Kamis (24/1).
Simplifikasi prosedur ekspor secara berkelanjutan, kata Heru, juga akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang selama ini dianggap memiliki reputasi baik, antara lain eksportir yang masuk dalam Mitra Utama Kepabeanan (MITA) dan Authorized Economic Operator (AEO).
Lantas, seluruh kebijakan yang tengah dirumuskan pemerintah tersebut diharapkan menjadi jurus ampuh dalam jangka pendek untuk memperbaiki kinerja ekspor Indonesia. Darmin malah menyebutnya dengan kebijakan "jangka waktu segera".
"Namanya juga segera, jadi kebijakan untuk yang sifatnya prosedural seperti ini akan dilakukan sesegera mungkin. Dampaknya pun supaya bisa segera," tandas Darmin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News